JAKARTA, iNewsSerpong.id – Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengenakan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas layanan transaksi pada perusahaan teknologi finansial atau fintech.
Ketentuan pajak transaksi keuangan di fintech yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial ini akan berlaku mulai tanggal 1 Mei 2022 mendatang. Beleid itu telah ditetapkan oleh Sri dan ditanda tangani pada 30 Maret 2022.
Melalui aturan tersebut, Sri mengatur pengenaan pajak untuk layanan pinjam meminjam (fintech peer-to-peer lending atau P2P lending) dan sejumlah jenis fintech lainnya, seperti jasa pembayaran (payment), penghimpunan modal (crowdfunding), pengelolaan investasi, penyediaan asuransi online, dan layanan pendukung keuangan digital.
Dalam layanan fintech P2P lending, pengenaan PPh berlaku terhadap pemberi pinjaman yang memperoleh penghasilan berupa bunga pinjaman atau imbal hasil berdasarkan prinsip syariah. Penghasilan itu wajib dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan.
Pemberi pinjaman dikenakan PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dari jumlah bruto bunga jika dia merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Adapun, pemberi pinjaman dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20% dari jumlah bruto bunga jika pemberi pinjaman merupakan wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
"Penyelenggara layanan pinjam meminjam ditunjuk untuk melakukan pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Penyelenggara layanan pinjam meminjam sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan penyelenggara layanan pinjam meminjam yang telah memiliki izin dan/atau terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," tertulis dalam PMK 69/2022, dikutip pada Rabu (6/4/2022).
Pengenaan PPN berlaku atas penyerahan jasa penyelenggaraan fintech oleh pengusaha. Adapun PPN dikenakan atas jasa penyelenggaraan fintech, berupa:
1. Penyedia jasa pembayaran. Paling sedikit berupa uang elektronik, dompet elektronik, gerbang pembayaran, layanan switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana
2. Penyelenggaraan penyelesaian transaksi investasi. Paling sedikit berupa layanan penyedia komunikasi elektronik terpadu yang mendukung aktivitas penyelesaian transaksi efek.
3. Penyelenggaraan perhimpunan modal. Paling sedikit berupa layanan urun dana atau crowdfunding
4. Layanan pinjam meminjam
5. Penyelenggaraan pengelolaan investasi
6. Layanan penyedia produk asuransi online
7. Layanan pendukung pasar. Paling sedikit berupa penyediaan data perbandingan informasi produk dan perbandingan layanan keuangan
8. Layanan pendukung keuangan digital dan aktivitas jasa keuangan lainnya, Paling sedikit berupa eco crowdfunding; islamic digital financing, ewaqaf, dan e-zakat; robo advise dan credit scoring; invoice trading; voucher atau token; dan produk berbasis aplikasi blockchain.
Berdasarkan aturan tersebut, uang dalam media elektronik termasuk bonus point merupakan barang yang tidak dikenai PPN. Sementara jenis layanan uang elektronik dan dompet elektronik yang terkena PPN, antara lain registrasi pemegang uang elektronik, pengisian ulang atau top up, pembayaran transaksi, transfer dana, tarik tunai melalui pihak lain, pembayaran tagihan, dan layanan paylater.
Pada jenis layanan pinjam meminjam, PPN antara lain dikenakan pada transaksi jasa penempatan dana, serta pemberian pinjaman atau pembiayaan kepada penerima pinjaman.
Sementara itu, untuk dasar pengenaan PPN atas penyelenggaraan transaksi keuangan adalah sebesar fee, komisi, merchant discount rate, atau imbalan lainnya dengan nama dan bentuk apapun yang diterima penyelenggara. PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang PPN dengan dasar pengenaan pajak.
Dalam pasal 7 ayat (1) huruf a UU PPN sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tarif PPN ditetapkan naik menjadi sebesar 11% pada 1 April 2022.(*)
Editor : A.R Bacho