Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah
PEKAN ini sebagian warga perkotaan mungkin disibukkan dengan persiapan pulang kampung atau mudik menjelang hari raya Idul Fitri 1443 H. Momen yang sudah cukup lama ditunggu, setelah sebelumnya ada pelarangan pulang kampung karena pandemi COVID-19.
Berbagai persiapan pun dilakukan. Dari mulai pendanaan, barang bawaan, kendaraan, hingga oleh-oleh. Khusus tahun ini, para pemudik juga harus memastikan diri sudah lengkap mendapatkan vaksin COVID-19.
Jarak dan waktu bukanlah kendala. Perjalanan panjang yang harus ditempuh, biaya yang dikeluarkan, hingga pengorbanan lainnya, terbayar sudah dengan kebahagiaan ketika dapat berkumpul dengan keluarga di kampung halaman.
Sejatinya, banyak pelajaran yang dapat diraih dari fenomena pulang kampung. Karena hidup ini sesungguhnya laksana perjalanan. Saat ini kita sedang dalam perjalanan panjang menuju kampung halaman dari mana nenek moyang kita berasal.
Kita adalah perantau atau musafir, yang akan mudik ke kampung halaman sejati, yaitu negeri akhirat. Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah aku di dunia ini melainkan (hanya) seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon lalu beristirahat dan kemudian meninggalkannya (pohon itu).” (HR. At-Tirmidzi).
Berdasarkan hadits di atas, dunia hanyalah tempat tinggal sementara. Hidup kita di dunia juga hanya sebentar, seolah-olah sekedar beristirahat dari lelahnya perjalanan panjang. Setelah itu, kita semua akan meninggalkan dunia dengan cara menemui ajal atau kematian.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-‘Ankabut : 57, yang artinya: “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan.”
Oleh karenanya, dunia jangan dijadikan sebagai tujuan utama dalam hidup kita. Jadikan dunia sebagai sarana bagi kita untuk mempersiapkan bekal bagi perjalanan panjang kita berikutnya di negeri akhirat.
Kita jangan terkecoh oleh indahanya pesona dunia. Fokuslah kepada tujuan hidup yang hakiki yaitu kehidupan di negeri akhirat. Rasulullah SAW mengingatkan hal ini melalui sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dari Zaid bin Tsabit RA sebagai berikut:
“Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya.
Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”
Dalam Al-Qur’an surat Al-Qashshash : 77 Allah SWT berfirman: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.
Menurut Imam Ibnu Katsir ayat ini bermakna bahwa kita hendaknya menggunakan dari setiap harta dan kenikmatan yang telah Allah anugerahkan untuk taat kepada Allah, sehingga membuat kita semakin dekat dengan Allah. Dengan ketaatan itu, maka kita dapat menggapai pahala di kehidupan akhirat.
Editor : Syahrir Rasyid