Karenanya, pendirian pasar menjadi agenda yang sangat penting. Mulanya, lokasi pasar Madinah adalah di Baqi Zubair. Nabi pun memasang tenda di tempat itu sebagai tanda akan dibangun pasar 'baru'.
Namun, Ka’ab bin al-Asyraf seketika datang dan marah-marah serta memutus tali-tali tenda yang didirikan Nabi. Melihat hal tersebut, Nabi tidaklah marah dan merasa bukan hal yang perlu dipermasalahkan. Seketika itu, lokasi pasar pun dipindahkan ke tempat yang kemudian dikenal dengan Pasar Madinah.
Sabd Nabi saat mendapatkan lokasi pasar tersebut adalah “Ini pasar kalian, jangan sempitkan dan jangan ada retribusi” (Ketika Nabi di Kota, 2010: 77).
Kebijakan nasionalisasi sumber-sumber ekonomi juga jelas terlihat pada saat sahabat Rasulullah Saw., Huraits bin Hasan, sebagai perwakilan Bani Bakr bin Wa’il menghadap Rasulullah sebagai pemimpin saat itu. Huraits mengajukan permohonan untuk diberikan tanah yang tidak bersatu dengan Bani Tamim, tetapi tanah yang berdekatan dengan tempat tersebut.
Mendengar permintaan itu, Rasulullah pun langsung menyuruh petugas untuk membuat surat pemberian tanah di daerah al-Dahna’ untuk Bani Tamim. Melihat itu, seorang wanita memprotes dengan berkata, “Wahai, Rasulullah, permohonan itu tidak adil sebab daerah al-Dahna’ itu adalah kawasan tempat makan ternak unta dan padang rumput ternak kambing.
Tempat itu juga adalah kawasan permukiman wanita Bani Tamim dan anak-anaknya.” Mendengar itu, Rasulullah bersabda, “Hentikan menulis kontrak itu. Apa yang dikatakan wanita ini benar. Seorang muslim itu adalah seorang muslim lainnya dan bersama-sama memanfaatkan air dan tumbuh-tumbuhan serta bersama-sama mengelakkan dari permusuhan setan.”
Kisah-kisah di atas menggambarkan betapa Rasulullah melakukan nasionalisasi sumber-sumber ekonomi yang merupakan hajat hidup orang banyak. Dan sebaliknya, Rasulullah justru menolak adanya privatisasi (kepemilikan secara pribadi atau sekelompok orang) dari sumber-sumber ekonomi negara.
Selain itu, kisah ini juga menunjukkan betapa kedaulatan negara terhadap wilayah dan seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya untuk digunakan sebesar-besarnya itu penting bagi kemakmuran rakyat.
Sebaliknya, negara yang tidak berdaulat adalah negara yang kekayaannya dapat dimiliki oleh kepentingan pribadi ataupun korporasi.
Dengan strategi demikian, akhirnya Rasulullah dapat keluar dari krisis ekonomi pada saat itu. Para sejarawan mengatakan bahwa krisis berakhir dan ekonomi masyarakat telah stabil setelah Perang Hunain. Wallahualam
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait