Ketiga, pelaporan tahunan.
Terjadi di bulan Sya’ban.
Berdasarkan hadis tersebut di atas. Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان ، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين ، فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم
“Ini adalah bulan yang banyak dilalaikan orang, terletak antara Rajab dan Ramadan. Padahal Syaban adalah bulan diangkatnya amal kepada Allah yang mengatur semesta alam. Aku ingin, saat amalku diangkat, aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. Nasa-i no. 2329)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,
عمل العام يرفع في شعبان ؛ كما أخبر به الصادق المصدوق ويعرض عمل الأسبوع يوم الاثنين والخميس ، وعمل اليوم يرفع في آخره قبل الليل ، وعمل الليل في آخره قبل النهار . فهذا الرفع في اليوم والليلة أخص من الرفع في العام ، وإذا انقضى الأجل رفع عمل العمر كله وطويت صحيفة العمل
Amalan manusia dalam satu tahun, diangkat pada bulan Sya’ban. Sebagaimana dikabarkan oleh As-Shodiqul Mashduq (Orang yang jujur lagi dibenarkan, yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) bahwa Syaban adalah bulan diangkatnya amal.
Demikian pula amalan dalam sepekan dilaporkan kepada Allah pada hari Senin dan Kamis. Adapun amalan (pent, harian) siang dilaporkan di penghujung siang sebelum malam tiba. Dan amalan malam dilaporkan di penghujung malam sebelum tibanya siang.
Pelaporan amal harian, lebih khusus daripada pelaporan amal tahunan.
Ketika ajal seseorang datang, seluruh amal perbuatan yang dia lakukan di selama hidupnya, akan diangkat seluruhnya. Kemudahan lembaran catatan amalnya akan digulung.”
(Dikutip secara ringkas dari Hasyiyah Ibnul Qayyim ‘alas Sunan Abi Dawud, 12/313)
Seluruh hadis yang menerangkan pelaporan amal, mengandung pesan motivasi untuk menambah amal ibadah di saat-saat amal sedang dilaporkan kepada Allah’azza wa jalla. Sebagaimana jawaban Nabi shalallahu alaihi wa sallam saat beliau ditanya mengapa banyak puasa di bulan Syaban,
فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم
“Aku ingin, saat amalku diangkat, aku dalam keadaan berpuasa…”
Penjelasan yang sama juga beliau utarakan saat beliau shallallahu’alaihi wasallam menerangkan alasan puasa di hari Senin dan Kamis.
Demikian pula para Salafussholih dahulu, mereka selalu ingin tampil lebih baik, lebih istimewa di hadapan Allah, saat moment pengangkatan amal. Sampai-sampai mereka khawatir jika keadaan mereka saat itu tidak sedang baik. Ibnu Rajab dalam Latho-iful Ma’arif menyebutkan kisah sebagian Tabi’in, yang setiap hari Kamis menangis curhat kepada istrinya, demikian pula sebaliknya Sang Istri menangis dipangkuan suaminya, seraya berkata, “Hari ini… amalan kita dilaporkan kepada Allah.” (Lihat : Latho-iful Ma’arif hal. 191)
Wallahua’lam bis showab.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait