3. Jika seorang hamba bisa bersabar atas musibah; maka ia akan mendapatkan pahala
Di antara faedah dari musibah adalah: jika seseorang bersabar; maka dia akan diberikan pahala.
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيْبَةٌ، فَيَقُوْلُ: "إِنَّا لِـلّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ، اَللّٰهُمَّ أْجُرْنِـيْ فِـيْ مُصِيْـبَتِـيْ، وَأَخْلِفْ لِـيْ خَيْرًا مِنْهَا"؛ إِلَّا أَجَرَهُ اللهُ فِـيْ مُصِيْـبَـتِهِ، وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
“Tidaklah seorang hamba ditimpa suatu musibah lalu mengucapkan: “Sungguh, kami milik Allah dan akan kembali kepada-Nya".
Ya Allah,
berilah aku ganjaran dalam musibahku ini, dan berilah ganti kepadaku dengan yang lebih baik darinya”; melainkan Allah memberikan pahala dalam musibahnya itu, serta menggantikan untuknya dengan yang lebih baik daripadanya.”
(HR. Muslim)
4. Mengingatkan hamba akan kelalaiannya dan mengembalikannya kepada Allah
Di antara faedah penyakit, cobaan, ujian, dan musibah adalah: mengembalikan hamba yang telah jauh dan lalai dari mengingat Allah, agar kembali kepada-Nya. Kesadaran ini membuat hamba berhenti dari kebiasaan berbuat dosa dan maksiat.
Biasanya seseorang saat sehat wal ‘afiat; sering tenggelam dalam perbuatan dosa serta maksiat, selalu mengikuti hawa nafsu, sibuk dengan urusan dunia dan melupakan Rabb-nya. Syaithan memanfaatkan ini untuk membuat hambai lalai, sehingga menyeretnya kepada jurang syahwat dan maksiat.
Dan saat Allah menguji hamba dengan suatu penyakit atau musibah; maka barulah dia merasakan kelemahan, kehinaan, serta⁷ ketidakmampuan diri di hadapan Rabb-nya.
Hamba menjadi ingat kelengahannya, sehingga ia kembali kepada Allah dengan penyesalan dan kepasrahan diri.
Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:
{وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُمْ بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُوْنَ}
“Dan sungguh, Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum engkau, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kemelaratan dan kesengsaraan, agar mereka memohon (kepada Allah) dengan kerendahan hati.”
(QS. Al-An’aam: 42)
Yakni:
agar muncul kemauan untuk tunduk kepada Allah, memurnikan ibadah kepada-Nya, dan hanya mencintai-Nya, bukan mencintai selain-Nya, dengan cara merendahkan diri kepada-Nya, dengan ta’at dan kembali kepada-Nya. [Lihat: Tafsir Ibnu Jarir]
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait