Menurut al-Auza’i, seseorang yang bergosip atau melakukan ghibah di tengah-tengah menjalankan puasa, maka ibadahnya batal dan ia harus mengganti puasanya di lain waktu.
Di dalam riwayat lain terdapat sisipan kata al-jahl, redaksi al-jahl di dalam rangkaian hadis di atas mengindikasikan seluruh perbuatan maksiat.
Redaksi ini ada pada riwayat al-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad, an-Nasa’i, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah. Dengan demikian maka, ghibah dan seluruh perbuatan maksiat lainnya pada dasarnya mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan pahala puasa. Jika dalam kondisi tidak puasa saja dilarang berbuat ghibah, mencela orang lain, berkata dusta, maka hal ini lebih ditekankan lagi untuk ditinggalkan bagi orang yang tengah menjalankan ibadah puasa.Meski demikian, dalam mazhab as-Syafi’i sebagaimana yang telah disebutkan di atas jika seseorang berbuat ghibah pada saat menjalankan puasa, maka ia telah berbuat maksiat namun hal itu tidak membatalkan puasanya. Wallahu a’lam
(*)
Editor : Syahrir Rasyid