Ibnu Taimiyah berpendapat,
ويجب على الزوج وطء امرأته بقدر كفايتها ما لم ينهك بدنه أو يشغله عن معيشته ، .. فإن تنازعا فينبغي أن يفرضه الحاكم كالنفقة وكوطئه إذا زاد
“Wajib bagi suami berhubungan seks dengan istrinya sesuai kemampuannya selama tidak mengganggu fisik dan tidak melalaikan dari kewajiban mencari nafkah. Jika ini tidak dipenuhi, maka seorang hakim peradilan bisa memaksanya sebagaimana dalam hal nafkah atau sebagaimana dalam hubungan seks yang berlebihan.” (Al Ikhtiyarot Al Fiqhiyyah, hal. 246).
Jika suami harus pergi karena suatu tujuan yang diizinkan oleh syariat atau ada alasan lain yang sah, sebaiknya ia tidak menjauh dari istri terlalu lama.
Dalam situasi di mana suami harus pergi untuk tujuan yang bermanfaat bagi umat Muslim, seperti berjihad di jalan Allah atau menjaga perbatasan, sebaiknya ia tidak meninggalkan istri terlalu lama, tidak lebih dari empat bulan.
Sebagai contoh, pada masa pemerintahan Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia memberikan waktu kepada pasukan untuk pergi meninggalkan keluarga (istri-istrinya) selama tidak lebih dari empat bulan. Setelah empat bulan berlalu, pasukan tersebut harus digantikan dengan pasukan lain. (Rujukan: Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 1078 oleh Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid).
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait