Hadits di atas mengingatkan kepada kita bahwa pilihan kita menunda-nunda untuk melakukan kebaikan, adalah pilihan yang justru akan membuat kita sulit dan tidak sanggup lagi untuk melakukan kebaikan tersebut. Bisa jadi karena sudah lemah (tua), sakit, fakir, sibuk, atau mati.
Di masa tua kemungkinan akan bertambah enggan untuk beribadah, jika ketika muda malas dalam beribadah. Begitu juga dalam kondisi sakit, kemungkinan tidak memiliki semangat untuk beribadah karena ketika kondisi badan sehat pun tidak termotivasi untuk beribadah.
Jika saat kaya tidak mau bersedekah, maka jangan berharap masa fakir akan tambah rajin bersedekah. Jika masa luang saja enggan mengisinya dengan berbuat baik kepada sesama, jangan berharap pada masa sibuk akan sempat berbuat baik kepada sesama.
Lantas, apakah kita baru akan sadar terkait pentingnya melakukan berbagai kebaikan ketika ajal datang menjemput kita? Atau apakah ketika kita sudah mati baru meminta kepada Allah untuk dikembalikan ke dunia agar diberikan kesempatan untuk berbuat kebaikan?
Sungguh kesadaran dan permintaan di atas adalah satu hal yang sangat mustahil. Karena mati tidak akan pernah bisa ditunda walaupun hanya sesaat. Allah SWT berfirman yang artinya: “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al-A’raf [7]: 34).
Pada ayat yang lain Allah SWT berfirman: Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Rabbnya, (mereka berkata), “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan mengerjakan amal shalih. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yakin.” (QS. As-Sajdah [32]: 12).
Begitu sayangnya Allah kepada kita, maka dari setiap pilihan yang kita lakukan, Allah lengkapi dengan informasi terkait dengan konsekuensi dari pilihan yang kita lakukan. Hal ini dapat kita lihat pada firman Allah SWT yang artinya:
“Lalu Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syam [91] ayat 8 – 10)
Ketika dalam hidup dan kehidupan diharuskan untuk memilih, maka pilihlah jalan takwa. (Foto: Ist)
Editor : Syahrir Rasyid