Seiring dengan berjalannya waktu, Ismail A.S. tumbuh menjadi remaja belia. Ketika Nabi Ibrahim A.S. menjumpainya, betapa bahagia dan senang hatinya melihat pertumbuhan dan perkembangan putranya. Ismail A.S. tumbuh menjadi anak yang shalih dan sudah mulai bisa membantu orang tuanya.
Di tengah kebahagiaan yang dirasakan oleh Nabi Ibrahim A.S bersama dengan anak dan istrinya, ujian dari Allah kembali datang. Ujian yang lebih dahsyat dari ujian sebelumnya itu datang melalui mimpinya. Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk menyembelih Ismail A.S.
Dengan berat hati, mimpi itu pun disampaikannya kepada Ismail A.S.: “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!”
Ismail, anak remaja yang shalih itu menjawab: “Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, in syaa Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat [37]: 102).
Bergetarlah hati Nabi Ibrahim A.S., tangis dan air mata pun tak tertahankan. Begitu bangganya Nabi Ibrahim A.S. atas sikap anaknya, namun di sisi lain, sebagai seorang ayah begitu hancur hatinya untuk menyembelih anaknya sendiri.
Namun karena ini adalah perintah Allah SWT, tatkala keduanya sudah membulatkan hati, pasrah dan menerima akan ketentuan-Nya, maka Ismail pun dibaringkan dengan posisi pelipis di atas tanah, dan siap untuk disembelih.
Allah SWT berfirman yang artinya: Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sebenarnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” (QS. Ash-Shaffat [37]: 104–107).
Nabi Ibrahim A.S. adalah potret seorang pemimpin bagi keluarga dan umatnya. Beliau telah berhasil membuktikan bahwa kepemimpinan adalah amanah, perjuangan, dan pengorbanan. Aspek-aspek seperti itulah yang kini telah hilang dari diri seorang pemimpin.
Tak heran, jika saat ini banyak kita dapati pemimpin yang khianat dan mengorbankan rakyat. Pemimpin yang seperti ini biasanya terlahir dari proses yang instan, sehingga tidak merasakan tempaan perjuangan dan pengorbanan dalam kurun waktu yang panjang.
Bagi Nabi Ibrahim, bumi boleh hancur, langit juga boleh runtuh, namun perintah Allah tetap harus dipikul dan dilaksanakan. (Foto: Ist)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait