Mengoreksi Rasa Kepemilikan dalam Hati
Jika Ibrahim adalah diri kita sendiri, maka Ismail dapat berbentuk harta, pangkat, jabatan, harga diri, ego, atau segala sesuatu yang sangat kita sayangi, selama kita hidup di dunia. Sesuatu yang untuk mendapatkan diupayakan dengan cara susah payah, tentulah untuk melepaskannya akan terasa sangat berat.
Sejatinya Nabi Ibrahim A.S. tidak diperintah oleh Allah SWT untuk menyembelih putranya Ismail A.S. Allah SWT meminta kepada Ibrahim A.S. untuk membunuh rasa kepemilikannya kepada Ismail A.S. sang putra yang kelahirannya ditunggu-tunggu dalam waktu puluhan tahun.
Pada sisi pemaknaan ini, peristiwa kurban mengajarkan kepada kita bahwa pada hakikatnya segala sesuatu yang kita miliki adalah milik Allah SWT. Kita hanya dititipi oleh Allah SWT, sehingga kapan pun dan dengan cara apa pun Sang Pemilik akan mengambilnya, kita harus ikhlas untuk memberikannya.
Allah SWT berfirman yang artinya: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadiid [57]: 20).
Mengoreksi Rasa Cinta dan Sayang
Jika ditilik dari rasa cinta dan sayang orang tua kepada anaknya, maka begitu cinta dan sayangnya Nabi Ibrahim A.S. kepada Ismail A.S. Kelahiran sang putra kesayangan yang dimintanya kepada Allah SWT secara langsung melalui do’a yang sangat indah, sehingga do’anya pun diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an.
Melalui peristiwa kurban tersebut, Allah SWT meminta kepada Nabi Ibrahim A.S. untuk membuktikan bahwa cintanya kepada Allah SWT melebihi cintanya kepada siapa pun dan apa pun makhluk Allah di muka bumi ini.
Rasa cinta yang berlebihan kepada anak, harta benda, pasangan, bahkan kepada orang tua, dapat menyebabkan kita terjerumus ke dalam kemusyrikan. Allah SWT berfirman yang artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, pasangan-pasanganmu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. At-Taubah [9]: 24).
Pemotongan hewan kurban merupakan simbol sebagai hamba Allah dituntut untuk membunuh sifat dan perilaku tidak baik. (Foto: Ist)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait