Berdasarkan hadits di atas, maka kita dapat melihat bahwa makna hijrah tidak hanya dikaitkan dengan berpindahnya tempat tinggal seseorang secara fisik atau administratif, namun hijrah juga dapat dimaknai dengan berpindahnya perilaku seseorang dari yang buruk menjadi baik.
Dengan pemaknaan hijrah seperti di atas, maka sejatinya kita memaknai hijrah secara maknawi atau hijrah hakiki. Memaknai hijrah secara maknai atau hakiki inilah yang membuat makna hijrah selalu relevan sepanjang masa atau selalu kekinian.
Dalam konteks kekinian, hijrah tidak hanya dikaitkan dengan kondisi atau waktu tertentu saja. Hijrah dalam konteks kekinian justru harus dilakukan secara kontinu di setiap waktu. Dengan kata lain, hijrah kekinian merupakan proses perbaikan diri yang dilakukan secara berkelanjutan.
Hijrah kekinian dapat dilakukan seseorang dengan cara senantiasa melakukan peningkatan terhadap kualitas diri dalam berbagai hal. Hijrah dapat diwujudkan dengan meninggalkan perilaku buruk dan menggantinya dengan perilaku yang baik.
Perhatikan firman Allah SWT yang artinya: “Dan dari segala perbuatan dosa, maka tinggalkanlah” (QS. Al-Muddassir [74]: 5). Pada ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada seluruh hamba-hamba-Nya untuk berhijrah yakni meninggalkan seluruh perilaku atau perbuatan dosa.
Meninggalkan perbuatan dosa kemudian menggantinya dengan melakukan berbagai amal shalih, itulah makna hijrah secara hakiki. Oleh karena itu, setidaknya ada empat jenis hijrah kekinian yang dapat kita lakukan.
Hijrah dari Syirik Menuju Tauhid
Betapa banyak di era sekarang ini orang-orang yang mempertuhankan atasannya, hartanya, jabatannya, pasangannya atau hal-hal lain di dalam kehidupannya. Apapun yang mereka perintahkan, pasti dia lakukan, sekalipun harus bertentangan dengan ajaran Islam.
Kondisi ini sungguh ironi, karena prinsip utama dalam Islam adalah bertauhid atau mengesakan Allah dalam segala bentuk peribadatan. Tidak ada ketaatan kepada makhluk, siapa pun itu, jika dalam perintah atau ketaatan tersebut mengandung maksiat kepada Allah dan Rasul-nya.
Allah SWT berfirman yang artinya: “Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam, padahal mereka hanya diperintah untuk menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah [9]: 31).
Hijrah kekinian dapat dilakukan seseorang dengan cara senantiasa melakukan peningkatan terhadap kualitas diri dalam berbagai hal. (Foto/Ilustrasi: Ist)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait