Upaya lainnya misalnya dengan membiasakan menulis tiga nikmat yang kita rasakan, sekecil apa pun nikmat itu. Misalnya masih diberi sehat, punya sahabat baik, atau udara segar yang kita hirup. Cara ini dalam rangka melatih hati untuk menghargai hal-hal sederhana.
Bisa juga dengan cara membandingkan capaian kehidupan kita dengan orang lain yang lebih sulit. Jika kita sedang mengeluh, ingatlah ada orang yang lebih berat ujiannya dari kita. Dengan begitu, keluhan berubah menjadi kesadaran betapa banyak nikmat yang sudah kita miliki.
Atau, bisa juga dengan cara menggunakan nikmat untuk beramal shalih. Karena, syukur bukan hanya dengan ucapan, tetapi juga dengan tindakan. Misalnya raga yang sehat digunakan membantu orang lain, harta untuk sedekah, ilmu untuk mengajar, dan waktu untuk berbuat kebaikan.
Dan, yang terakhir adalah dengan meningkatkan sifat Qana’ah (rasa cukup) dalam hati kita atas segala bentuk nikmat yang telah Allah berikan. Qana’ah bukan pasrah tanpa usaha, tetapi menerima hasil usaha dengan ridha dan tetap bersemangat mencari keberkahan.
Syukur erat kaitannya dengan qana’ah. Baginda Rasulullah SAW bersabda:“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan Allah menjadikannya merasa cukup dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim).
Dari paparan di atas maka dapatlah kita simpulkan bahwa syukur adalah kunci kebahagiaan sejati. Dengan bersyukur, hati menjadi tenang, hidup terasa cukup, dan nikmat semakin bertambah. Sebaliknya, kufur nikmat membuat hati gersang, selalu merasa kurang, dan akhirnya jauh dari kebahagiaan.
Mari kita jadikan syukur sebagai gaya hidup dengan cara senantiasa mengingat nikmat Allah dengan hati, lisan, dan perbuatan. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang pandai bersyukur, sebagaimana doa Nabi Sulaiman AS:
“Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai...” (QS. an-Naml [27]: 19).
Dengan syukur, kita tidak hanya bahagia di dunia, tetapi juga meraih derajat tinggi di akhirat. Dengan syukur, hati menjadi tenteram karena fokus pada nikmat yang ada, bukan kekurangan yang belum tercapai. Inilah kebahagiaan sejati yang tidak bisa dibeli dengan materi. (*)
Dengan bersyukur, hati menjadi tenang, hidup terasa cukup, dan nikmat semakin bertambah. (Foto: Ist)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait
