"Mampu menantang pesawat terbaik yang ditawarkan AS, dan juga Su-57 milik Rusia," klaim mereka.
Namun, seorang analis dari lembaga think tank Sains dan Teknologi Militer Yuan Wang yang berbasis di Beijing, mengungkapkan hal sebenarnya.
Mesin XA 100 Amerika yang menggerakkan F-35 setidaknya masih 10 tahun lebih maju dari WS-15 yang menggerakkan J-20.
"China sejauh ini hanya menyamai mesin Amerika di beberapa bidang, namun tidak dalam performa secara keseluruhan. Menekankan pada satu bidang juga tidak berarti karena konfrontasi militer adalah tentang persaingan sistem dan persaingan kemampuan operasional bersama," kata analis tersebut.
J-20 memiliki kelemahan signifikan seperti yang telah disebutkan. Sistem mesin yang menggerakkan jet tetap menjadi aspek paling kontroversial dari pesawat ini.
Militer China awalnya menggunakan mesin Rusia untuk J-20, tetapi beralih ke produksi dalam negeri karena kinerjanya buruk. Masih belum jelas apakah produksi mesin dalam negeri sesuai jadwal dan seberapa efisien kerjanya.
J-20 Belum Teruji di Medan Perang
Kelemahan terbesar J-20 adalah belum diuji dalam pertempuran. Pesawat tersebut belum terlibat dalam aktivitas peperangan apa pun yang mungkin menunjukkan kemampuannya untuk berperang atau melakukan misi apa pun.
Pesawat Rafale Prancis yang diperoleh India sebagai jawaban atas J-20, telah terbukti kemampuannya di Republik Afrika Tengah, Libya, Mali, Afghanistan, Irak, dan Suriah.
Rafale memiliki kemampuan supercruise dan kemampuan radarnya sebanding dengan yang terbaik di dunia.
Menurut para analis, dibandingkan pesawat tempur China, ancaman yang lebih penting terhadap pesawat India di Tibet adalah banyaknya rudal permukaan-ke-udara yang dikerahkan di dataran tinggi tersebut.
Editor : Syahrir Rasyid
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Bali
- Kepulauan Maluku