Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan Kab. Tangerang
IBADAH PUASA merupakan ibadah yang bersifat sangat pribadi. Berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya yang dapat dilihat dengan jelas oleh orang lain pada saat pelaksanaannya, ibadah puasa tidaklah demikian.
Orang dapat saja terlihat lemas dan letih, tampak seperti orang yang berpuasa, namun bisa saja sejatinya orang tersebut tidak sedang berpuasa. Begitu pula mungkin ada orang yang tampak segar dan kuat, tapi sesungguhnya dia sedang berpuasa.
Itulah makanya, pada artikel Hikmah Jum’at pekan ini digunakan diksi “Aku” di judulnya. Kata “Aku” merupakan representasi dari hal yang bersifat pribadi di dalam banyak hal, dan khususnya pada kesempatan ini adalah ibadah puasa.
Kejujuran dan Keikhlasan
Ibadah puasa mengajarkan adanya kejujuran dan keikhlasan dalam pelaksanaannya. Ibadah puasa juga mengajarkan keyakinan bahwa Allah SWT itu sangat dekat dengan setiap hamba-Nya. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT yang artinya:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah [2]: 186).
Pada ayat di atas terdapat syarat yang bersifat pribadi agar kedekatan Allah dengan hamba-Nya dapat dibuktikan dengan dikabulkannya do’a, yaitu memenuhi perintah Allah dan beriman kepada Allah.
Memenuhi perintah Allah bermakna memenuhi atau melaksanakan seluruh perintah dan seruan Allah yang memberikan kehidupan. Dengan merasakan kedekatan diri kepada Allah SWT seseorang akan merasakan ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan dalam hidupnya.
Berkaitan dengan persepsi terhadap kedekatan kepada Allah SWT, tentu bukanlah perkara yang dapat diklaim begitu saja. Kedekatan ini merupakan buah dari usaha yang secara istiqamah dilakukan seseorang. Kedekatan ini juga merupakan ciri keimanan seseorang.
Allah SWT berfirman yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, bergetarlah hati mereka. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal (QS. Al-Anfal [8]: 2).
Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto: Ist)
Terkait dengan ibadah puasa yang bersifat pribadi, Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman, ‘Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada sisi yang lain, puasa itu sendiri diperintahkan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman agar menjadi orang yang bertakwa. Allah SWT berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183).
Menurut Sayyid Quthb, ketakwaan dapat berperan sebagai penjaga hati manusia dari berbuat maksiat. Oleh karenanya, takwa adalah tujuan yang hendak dicapai oleh setiap orang yang beriman. Dengan ketakwaan inilah, seseorang dapat semakin merasakan kedekatan dengan Allah SWT.
Menurut jumhur ulama takwa adalah melaksanakan dengan sekuat tenaga segala perintah Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhi segala larangan Allah dan rasul-Nya. Perintah Allah dan Rasul-Nya harus dilaksanakan dengan sekuat tenaga, sedangkan larangannya cukup dijauhi saja.
Jika kita baca kembali penjelasan di awal artikel ini, maka sejatinya takwa inilah yang menjadi syarat agar seseorang untuk dekat dengan Allah sehingga do’a-do’anya dikabulkan oleh Allah SWT. Dengan demikian maka tidak dapat seseorang dekat dengan Allah tanpa hadirnya takwa.
Puasa Ramadhan adalah salah satu cara jitu yang Allah berikan kepada orang-orang beriman agar dia dapat menjadi orang bertakwa, dekat dengan Allah, dan dikabulkan do’a-do’anya apabila dia memohon kepada Allah SWT.
Bagi orang yang bertakwa, maka Allah akan memberikan hadiah yang luar biasa yang selama ini dicari-cari oleh seluruh manusia. Siang malam, tua muda, kaya miskin, pejabat rakyat, seluruhnya mencari hadiah itu. Sayangnya, hadiah itu akan Allah berikan hanya untuk orang yang bertakwa.
Hadiah yang dimaksud adalah kebahagiaan. Seluruh manusia pasti ingin meraih kebahagiaan. Namun sayang, jalan yang mereka tempuh bukanlah jalan ilahiah, sehingga kebahagiaan yang mereka dapatkan adalah kebahagiaan yang bersifat semu bahkan fatamorgana.
Hanya dengan takwalah seseorang akan mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Karena takwa adalah jalan yang sudah dipilihkan oleh Allah SWT bagi siapa saja yang ingin meraih kebahagiaan yang hakiki.
Puasa Ramadhan adalah salah satu cara jitu yang Allah berikan kepada orang-orang beriman agar dia dapat menjadi orang bertakwa. (Foto: Ist)
Memang berat jalan yang Allah pilih agar menjadi orang yang bertakwa. Puasa misalnya, harus dijalankan selama sebulan penuh. Ditambah lagi dengan rangkaian ibadah-ibadah yang menyertainya, semuanya akan terasa berat.
Oleh karena itu, yang diseru oleh Allah untuk menempuh jalan ini, yakni berpuasa di bulan suci Ramadhan, hanyalah orang-orang yang beriman. Dengan keimanan yang dimilikinya, seberat apa pun jalan yang harus ditempuh akan terasa ringan dan menyenangkan.
Menjadi orang yang bertakwa adalah dambaan orang yang beriman. Karena di balik ketakwaan itu sejatinya Allah telah menyediakan berbagai kebahagiaan yang dicari seluruh umat manusia. Dan, kebahagiaan yang diraih orang yang bertakwa sudah pasti kebahagiaan yang hakiki.
Bentuk-bentuk Kebahagiaan bagi Orang Bertakwa
Diberikan solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya
Dalam surat At-Thalaq [65] ayat 2, Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah memberikan jalan keluar / solusi (dari setiap permasalahan yang sedang ia hadapi)”.
Diberikan rezeki dari arah yang tak disangka-sangkanya
Pada ayat ketiga surat At-Thalaq, Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan (Allah akan) mengaruniakan rezeki kepadanya (orang yang bertakwa) dari arah yang tidak ia sangka-sangka.”
Diberikan kemudahan dalam setiap urusannya
Masih di surat At-Thalaq ayat yang keempat Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka Allah akan memudahkan segala urusannya.”
Dijadikan orang termulia
Firman Allah SWT yang artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13).
Diperbaiki amalnya dan diampuni dosanya
Dalam surat Al-Ahzab [33] ayat 70-71, Allah SWT berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan berbicaralah dengan perkataan yang baik, niscaya Allah akan memperbaiki amal kalian serta mengampuni dosa-dosa kalian.”
Mendapatkan balasan berupa surga ‘Adn
Allah SWT berfirman yang artinya: “Surga-surga ‘Adn yang mereka masuki, mengalir di bawahnya sungai-sungai. Bagi mereka di dalam surga segala apa yang mereka inginkan. Demikianlah Allah memberikan balasan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. An-Nahl [16]: 31). (*)
Kebahagiaan yang diraih orang yang bertakwa sudah pasti kebahagiaan yang hakiki. (Foto: Ist)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor : Syahrir Rasyid