PENULIS : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang.
SEMUA ORANG pasti ingin hidup bahagia, tidak hanya di dunia bahkan juga di akhirat kelak. Tidak ada satu pun manusia yang berpikiran waras, yang menolak keinginan untuk hidup bahagia. Oleh karenanya, berbagai upaya dilakukan manusia agar dalam hidupnya meraih kebahagiaan.
Ada manusia yang mencari kebahagiaan dengan menumpuk-numpuk harta, sehingga hartanya melimpah dimana-mana. Ada juga manusia yang mencari kebahagiaan dengan keluar masuk tempat hiburan, bahkan ada manusia yang mencari kebahagiaan dengan berganti-ganti pasangan.
Pertanyaannya, apakah benar dengan cara-cara tersebut di atas kebahagiaan yang sejati dapat diraih oleh manusia? Apakah orang-orang yang melakukan upaya pencarian kebahagiaan dengan cara-cara di atas, benar-benar telah merasakan kebahagiaan yang dicarinya itu?
Saya meyakini, kalaupun mereka merasakan kebahagiaan, kebahagiaan yang mereka rasakan adalah kebahagiaan yang semu, sesaat, dan bisa jadi kebahagiaannya itu justru membuat masalah lain di dalam hidupnya.
Lantas, bagaimana meraih kebahagiaan yang sejati menurut tuntunan agama Islam?
Sebuah pertanyaan yang kadang tidak terbersit dalam hati sekalipun dia seorang muslim. Akibatnya, banyak di antara umat Islam yang mencari jalan untuk meraih kebahagiaan yang justru tidak sesuai dengan tuntunan Islam itu sendiri.
Tak sedikit umat Islam yang terjebak dalam kebahagiaan semu dan sesaat, misalnya dengan cara menumpuk-numpuk harta. Waktunya dihabiskan hanya untuk bermegah-megah dengan harta. Demi meraih harta yang dianggapnya dapat membuat bahagia, hidupnya pun jauh Allah Ta’ala.
Potret seorang muslim yang demikian, Allah Ta’ala gambarkan dalam Al-Qur’an surat At-Takatsur [102] yang secara keseluruhan isinya mengingatkan manusia agar tidak terjebak dalam meraih kebahagiaan dengan mengejar dunia yang membuat mereka lalai terhadap akhirat.
Mari kita simak empat ayat pertama dari surat At-Takatsur, yang artinya: “Berbangga-bangga dalam memperbanyak (dunia) telah malalaikanmu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Sekali-kali tidak (jangan melakukan itu)! Kelak kamu akan mengetahui (akibatnya).”
Ayat-ayat di atas telah mengingatkan agar kita tidak terjebak dalam meraih kebahagiaan semu. Karena, jika cara itu yang kita lakukan, maka Allah Ta’ala telah memberikan peringatan akan ada masalah lain yang lebih buruk sebagai akibat menempuh cara itu.
Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto: Ist)
Editor : Syahrir Rasyid