HIKMAH JUMAT : Sepuluh Hari yang Utama

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang
HARI INI adalah Jum’at terakhir di bulan Dzulqaidah 1446 H. Itu artinya, beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan haram (istimewa) yang kedua yaitu bulan Dzulhijjah. Mungkin tanggal 28 atau 29 Mei 2025 telah masuk tanggal 1 Dzulhijjah 1446 H.
Terkait bulan haram, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu mendzalimi dirimu padanya (empat bulan itu) ...” (QS. At-Taubah [9]: 36).
Bulan apa saja yang empat itu? Pada ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala memang tidak menyebutkan keempat bulan yang dimaksud. Namun demikian, Baginda Rasulullah SAW menjelaskan keempat bulan yang dimaksud sebagaimana sabdanya yang artinya:
“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci/istimewa). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dzulqaidah akan segera berlalu dan berganti dengan bulan Dzulhijjah yang merupakan salah satu bulan istimewa dalam Islam. Berbeda dengan bulan Dzulqaidah, pada bulan Dzulhijjah terdapat hari-hari yang paling utama dan penuh keberkahan, terutama pada sepuluh hari pertamanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan keutamaan yang sangat luar biasa pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Menjadikannya sebagai waktu yang sangat dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, amal saleh, dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Terkait dengan sepuluh hari yang utama ini, mari kita simak firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya: "Demi fajar, dan malam yang sepuluh." (QS. Al-Fajr [89]: 1-2). Pada kedua ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah atas waktu fajar dan malam yang sepuluh.
Memang terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama ahli tafsir terkait dengan ayat yang kedua Surat Al-Fajr tersebut. Ada yang memaknainya sebagai sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah, namun ada juga yang memaknainya sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.
Mayoritas mufassir seperti Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lain menafsirkan bahwa "malam yang sepuluh" dalam ayat ini adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Allah bersumpah atas hari-hari ini, yang menunjukkan betapa agungnya kedudukan waktu tersebut di sisi-Nya.
Editor : Syahrir Rasyid