Berasal dari China
Bermula ketika Liem Seeng Tee yang berusia lima tahun datang ke Indonesia bersama ayah dan kakak perempuannya dengan menumpang kapal dagang.
Ibu mereka tidak ikut lantaran meninggal karena musim dingin yang hebat.
Mereka akhirnya merantau dan datang dari Desa Anxi, Fujian, China.
Setelah berminggu-minggu melalui perjalanan, akhirnya mereka sampai di Singapura.
Ayahnya Meninggal
Di Singapura, Lim dan ayahnya harus merelakan kakak perempuan Lim diadopsi oleh keluarga di sana, karena tuntutan ekonomi.
Selanjutnya, Lim dan ayahnya datang ke Surabaya, Ayah Lim mengalami sakit keras setelah enam bulan tiba di Kota Pahlawan hingga meninggal.
Namun demikian, sang ayah sempat menitipkan Lim kepada keluarga sederhana di Bojonegoro.
Lim hidup dengan keluarga barunya itu dengan segala keterbatasannya.
Ia diajarkan ilmu-ilmu dasar berdagang sebelum akhirnya menjadi mandiri di umurnya ke 11 tahun setelah meninggal keluarga angkatnya.
Berdagang di Kereta
Menjadi anak yatim piatu membuat Lim menghidupi dirinya sendiri.
Agar bisa makan, ia menjajakan barang dagangan dan berjualan dari gerbong ke gerbong kereta api jurusan Jakarta-Surabaya. Ketika uangnya sudah mulai terkumpul, Lim membeli sebuah sepeda bekas sebagai transportasinya berdagang.
Menikah
Pada 1912, Lim Seeng Tee menikah dengan Siem Tjiang Nio dan menyewa sebuah warung kecil di Jalan Tjantian di kawasan kota tua, Surabaya.
Warung ini menjual aneka kebutuhan pokok, Lim juga menjual produk tembakaunya secara berkeliling menggunakan sepedanya di Surabaya.
Kemudian, ketika Lim beserta istrinya telah memiliki kehidupan yang berkecukupan, mereka akhirnya membeli sebuah gedung bekas yayasan panti asuhan.
Gedung seluas 1,5 hektar tersebut Lim gunakan sebagai tempat dan fasilitas untuk memproduksi rokok Sampoerna.
Sejak saat itu, kawasan ini dikenal dengan nama Pabrik Taman Sampoerna dan terus beroperasi hingga saat ini.
Di kompleks tersebut ada sebuah aula besar yang Lim jadikan sebagai bioskop pada 1932 hingga 1961.
Bahkan, artis Charlie Chaplin pun pernah menyambangi bioskop ini ketika ia mengunjungi Kota Surabaya.
Pada 1959, anak Lim dan Siem, yaitu Aga Sampoerna melanjutkan bisnis Sampoerna tersebut.
Saat itu, perseroan fokus memproduksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan meluncurkan sejumlah produk yang dikenal dengan Sampoerna Kretek.
Kemudian, generasi ketiga dari pendiri Sampoerna, yaitu Putera Sampoerna mengambil alih kepemimpinan Sampoerna pada 1978. Selanjutnya, pada 1989, perseroan pun mengeluarkan produk Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait