JAKARTA, iNewsSerpong.id – Perkara yang membelit kasus perdata Chandra Dewi (partner agent) dengan perusahaan asuransi inisial PT SLF Indonesia terus berlangsung.
Proses mediasi yang dilakukan Chandra Dewi sebagai pihak tergugat tanpa melalui proses pengadilan tak berjalan baik, hingga penyelesaian pun di bawa ke jalur hukum perdata di pengadilan.
Perkara Nomor 774/Pdt.G/2022/PN JKT.SEL pada sidang ke 21 sejak didaftarkan pada Kamis, 25 Agustus 2022, kali ini sudah memasuki agenda mendengarkan saksi ahli dalam kasus keterikatan kerjasama antara perusahaan asuransi dan agent asuransi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan .
Pihak Penggugat PT SLF Indonesia dan tergugat adalah PT SBM sebagai tergugat I dan Chandra Dewi sebagai tergugat II pada hari Kamis, 20 Juli 2023 yang memasuki agenda mendengarkan saksi ahli, menghadirkan Dr. Sufiarina, S.H. M.Hum, dosen Fakultas Hukum Universitas Tama Jagakarsa.
Sidang gugatan perdata yang dipimpin oleh Delta Tamtama, S.H.,M.H sebagai hakim ketua dan Samuel Ginting, SH., M.H sebagai hakim anggota memberikan saksi ahli hukum perdata menjelaskan berbagai hal terkait gugatan wanprestasi dari pihak penggugat.
Ada yang menarik dalam jalannya persidangan di menit- menit akhir persidangan yang berjalan selama 3 jam waktu persidangan ketika saksi ahli menjelaskan terkait force majeure, pihak penggugat yang diwakilkan kuasa hukum penggugat dari TRN & Partner Law Firm berulangkali pengacara penggugat mempertanyakan masalah yang sama hingga membuat ketua hakim majelis meminta pengacara penggugat lebih teliti dan tidak berkali kali memberi pertanyaan ke saksi ahli diluar konteks.
"Saudara kan sudah merekam. Dan di awal saksi ahli sudah menerangkan dengan gamblang, masa sarjana S1 hukum tidak mengerti. Ya belajar lagi saja kalau begitu," tegas Ketua Hakim pada pengacara penggugat dimana jalannya persidangan sempat terhenti sejenak.
Di dalam perkara ini menurut saksi ahli ada memang kelalaian tapi kelalaian dalam perjanjian perkara ini ada dua hal. “Ada yang wanprestasi dan adapula yang overmacht yaitu keadaan di mana debitur terhalang memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu atau melakukan perbuatan yang dilarang dalam perjanjian.
Dianggap wanprestasi karena tergugat yang seharusnya dalam keterikatan perjanjian mengumpulkan orang banyak yang menjadi kewajiban, namun kondisi untuk mengumpulkan orang banyak dalam proses kewajibannya terkendala dengan situasi pandemi dimana pemerintahpun mengeluarkan danmenetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Aturan pelarangan aktivitas orang untuk melakukan intraksi langsung apalagi berkumpul inilah ada keadaan dimana tergugat di luar kemampuannya mengatasi itu. Karena bila ia melanggar maka ada sangsi hukum atas aturan PSBB yang harus dihadapi disamping bahaya pandemi sendiri yang bisa saja menyerang dirinya.
“Unsur wanprestasinya ada, namun pemenuhan kewajibannya itu yang perlu dipertimbangkan karena ada situasi dimana tergugat tidak mampu mengatasi masalah karena adanya pandemi,” ujar saksi ahli Dr. Sufiarina, S.H. M.Hum (20/7/2023), menjelaskan pada wartawan seusai acara sidang dilakukan di PN Jakarta Selatan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait