Menurut Sufiarina terkait masalah waktu perjanjian dalam keterikatan kerjasama, bila belum memenuhi masa batas waktu yang disepakati bersama tentu kembali pada isi dari perjanjian tersebut, karena bisa jadi perjanjian yang judulnya sama tapi esensi masing masing perjanjian memiliki arti berbeda.
Sebagai contoh bila dalam perjanjian salah satu pihak melakukan sebuah unsur kesalahan /kelalaian sebagai kewajibannya dan disitu ada potensi kerugian maka hal ini bisa dilakukan gugatan wanprestasi. Penggugat tentu harus bisa membuktikan, mana yang menjadi kierugiannya.
Ketika adanya potensi yang menimbulkan kerugian dari salah satu pihak, dan kerugian tersebut bukanlah sebuah ancaman.dalam sebuah perjanjian yang diderita, seperti kerugian biaya,kerugian bunga,kerugian keuntungan dll tentu ini harus mengacu pada hal hal isi perjanjiannya.
Dan bila dalam perjanjian ada ancaman hukuman, maka ada dalam satu klausul pasal 1309 bilamana salah satu pihak yang sudah melakukan atau memenuhi sebagian prestasi maka ia tidak memenuhi kewewenangan untuk digugat.
“Pasal 1309, salah satu kalusul berbunyi ;Hakim berwenang untuk mengubah hukuman ancaman hukuman yang ada dalam perjanjian tersebut. Hakim diberi diskresi dalam undang undang untuk mengubah ancaman tersebut. Tentu saya tidak akan mendahului keputusan hakim dan kembali semua pada hakim yang memutuskan,” ujar Sufiarina selaku saksi ahli kasus perdata gugatan PT SLFIndonesia sebagai penggugat dan Chandra Dewi (partner agent) sebagai tergugat.
Menurut Paul Alexander Oroh. SH. MTH pada agenda sidang mendengarkan pendapat saksi ahli yang dilakukan di pengadilan Negri Jakarta Selatan hari ini sudah sangat jelas. “Gugatan penggugat yang ditujukan klien saya sangat lemah dan tentu seharusnya tidak layak gugatan tersebut masuk dalam gugatan pengadilan perdata,” ujar Paul Alexander Oroh. SH. MTH,selaku pengacara pihak tergugat usai sidang.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait