Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan seseorang di sepanjang jalannya yang menanyakan perihal ibunya, selalu jawabannya seperti itu. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu ataupun budaknya.
Pada awalnya mendengar jawaban putrinya yang durhaka apabila ditanya orang, si ibu masih bisa menahan diri. Tetapi setelah berulang kali didengarnya jawabannya masih tetap sama dan yang sangat menyakitkan hati, pada akhirnya si ibu yang malang itu tak bisa menahan diri lalu ia berdoa.
“Ya Tuhan, hamba sudah tidak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba dengan teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, Tuhan hukumlah anakku yang durhaka ini ! Hukumlah dia….”
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, tak lama setelah ibu berdoa, langit menjadi mendung, petir datang dan mulai turun hujan. Perlahan-lahan tubuh Darmi mulai membatu. Dimulai dari kaki yang tidak bisa digerakkan lalu seluruh tubuhnya yang berubah menjadi batu.
Darmi menangis ketakutan dan memohon ampun pada ibunya. Ibu tidak dapat berbuat apa apa lagi. Hukuman untuk Darmi tidak bisa dibatalkan lagi. Darmi menangis dan menyesali perbuatannya.
Saat kepala Darmi belum menjadi batu, ibunya melihat Darmi menitikkan air mata. Semua orang di sana menyaksikan peristiwa tersebut.
Penduduk setempat percaya, bahwa cerita legenda batu menangis benar benar terjadi. Pesan moral yang bisa dipetik adalah kita harus berbakti kepada orang tua.
Kita harus taat dan patuh terhadap perintah orang tua. Karena murka orang tua adalah murka Tuhan juga. Legenda batu menangis dipercaya sebagai kutukan berupa batu dan menyerupai orang yang sedang menangis.
Sampai saat ini, batu menangis masih ada di Kalimantan Barat. Untuk diketahui, lokasi Batu Menangis ini di Pulau Kalimantan dan berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia Timur. (diolah dari berbagai sumber)
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Sabtu, 06 Agustus 2022 - 05:00 WIB oleh Masdarul Kh dengan judul "Batu Menangis, Kisah Gadis Cantik Durhaka yang Dikutuk Jadi Batu".
Editor : Syahrir Rasyid