Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. - Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina
LAKSANA CENDAWAN yang tumbuh di musim hujan. Itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan pertumbuhan kawasan kuliner di berbagai tempat saat ini. Berbagai makanan dan minuman ditawarkan, dari yang tradisional hingga modern, dari yang lokal hingga internasional.
Konsumen seolah dimanja dengan banyaknya pilihan makanan dan minuman yang ditawarkan. Tidak hanya itu, bahkan pusat-pusat kuliner juga menawarkan fasilitas lain seperti kenyamanan, keamanan, keindahan, hingga layanan pribadi.
Pertumbuhan pusat-pusat kuliner sekaligus menggambarkan tumbuhnya industri kreatif di masyarakat. Kuliner adalah salah satu dari 15 jenis industri kreatif. Menariknya adalah bahwa keberadaan pusat-pusat kuliner ternyata dapat mengakselerasi bangkitnya industri kreatif lainnya.
Namun demikian, bagi seorang muslim seperti kita, keberadaan pusat-pusat kuliner tersebut merupakan salah satu tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana tidak, keberadaan menu-menu baru terlebih yang datang dari luar negeri, membuat kita harus berhati-hati dalam memilih.
Rasa penasaran karena terpengaruh iklan, kadang membuat kita “kalap” dalam memilih jenis makanan yang akan dikonsumsi. Seolah lupa akan status kehalalan dari makanan tersebut, yang penting enak dan ikut tren makanan kekinian.
Padahal, Allah SWT telah mengatur seluruh hidup dan kehidupan hamba-Nya, termasuk dalam hal makanan dan minuman. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah [2] ayat 168 yang artinya:
“Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Pada ayat di atas, Allah memerintahkan kepada seluruh manusia, tidak hanya untuk orang Islam, untuk memakan makanan yang halal dan baik. Jika kita tetap memakan makanan tidak halal (haram) dan tidak baik, itu artinya kita sudah mengikuti langkahnya setan.
Makanan atau minuman yang halal adalah makanan dan minuman yang secara fisik maupun kimiawi tidak mengandung bahan-bahan haram seperti daging atau minyak babi, alkohol (khamr), darah, dan bangkai, mulai dari bahan baku, proses pembuatan, pengemasan, penyimpanan, maupun penyajiannya. Begitu pula dengan cara mendapatkannya, haruslah halal.
Memakan makanan yang halal juga merupakan salah satu indikator bahwa kita adalah penyembah Allah yakni taat terhadap perintah atau hukum Allah. Karena halal dalam bahasa Arab bermakna sesuatu yang diperbolehkan, sesuatu yang baik, dan sesuatu yang sesuai dengan hukum.
Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 172).
Bagi seorang muslim, urusan makanan tidak hanya berhenti di urusan perut semata, dampaknya sangat panjang dalam hidup dan kehidupan. (Foto : Ist)
Editor : Syahrir Rasyid