JAKARTA, iNewsSerpong.id – Membahas tentang kehidupan sederhana penuh kedamaian pasti tidak jauh dari tokoh yang mencintai hidup damai seperti Mahatma Gandhi. Kisahnya dirangkum dalam biografi Mahatma Gandhi ini dapat dijadikan panutan.
Biografi Mahatma Gandhi
Seperti dilansir dari Britanica, Sabtu (28/10/2023), Mahatma Gandhi adalah seorang politikus dan aktivis India yang berperan dalam gerakan anti-rasisme dan terkenal oleh gaya hidupnya yang sederhana. Gandhi dijuluki sebagai Bapak Kemerdekaan India karena aksinya dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat India tanpa menggunakan kekerasan atau disebut sebagai prinsip Satyagraha.
Gandhi lahir dengan nama lengkap Mohandas Karamchand Gandhi dan lahir pada 2 Oktober 1869 di Porbandar, India. Ia wafat pada 30 Januari 1948 di Delhi setelah dirinya terbunuh dengan tembakan jarak dekat. Gandhi adalah seorang pengacara, politikus, aktivis sosial, dan penulis India yang memimpin gerakan nasionalis melawan kolonial Inggris yang saat itu masih menguasai India.
Gandhi merupakan anak bungsu dari istri ke-4 ayahnya, Karamchand Gandhi, seorang kepala menteri Porbandar. Ayahnya juga seorang administrator yang baik dan mahir mengarahkan jalannya sendiri di antara para pangeran yang sering berubah, rakyat yang menderita, dan para pejabat politik Inggris yang berkuasa.
Ibunya, Putlibai, merupakan seseorang yang taat agama, dan tak acuh dengan harta. Kesehariannya diisi sebagai ibu rumah tangga dan pergi ke kuil. Dengan itu, Gandhi tumbuh di lingkungan yang menganut Vaishnavisme, yakni pemujaan terhadap dewa Wisnu yang memegang prinsip kuat untuk tidak menggunakan kekerasan. Karena ia lahir di keluarga Waisnawa, ia dilarang keras untuk mengonsumsi daging, melakukan kejahatan, menganut ateisme, dan merokok dengan sembunyi.
Masa Pendidikan Gandhi
Gandhi bersekolah menggunakan debu dan jari mereka untuk belajar menulis alfabet. Prestasinya biasa saja, Gandhi mahir berbahasa Inggris, aritmatika, tapi lemah dalam geografi. Kemudian di umurnya yang masih belia, yakni 13 tahun, Gandhi menikah dengan Kasturbai Makhanji yang setahun lebih tua darinya.
Tahun 1887, Gandhi berhasil menyelesaikan ujian matrikulasi di Universitas Bombay (sekarang Universitas Mumbai) dan bergabung dengan Samaldas College di Bhavnagar. Di tempatnya itu, Gandhi harus mengubah bahasa sehari-harinya yang semula merupakan Bahasa Gujarati menjadi Bahasa Inggris untuk mengikuti perkuliahan.
Sementara itu, keluarga Gandhi sedang membicarakan masa depannya. Ia sendiri ingin sekali menjadi dokter, namun keluarganya ingin ia tetap mempertahankan tradisi keluarga yang memegang jabatan tinggi di salah satu bagian negara Gujarat sebagai pengacara. Maka dengan itu, Gandhi pergi ke Inggris setelah keluar karena tidak nyaman berkuliah di Samaldas College meskipun ibunya cukup khawatir mengenai kehidupannya di negeri yang jauh.
September 1888, Gandhi berlayar ke Inggris dan sampai di Inggris setelah melewati 10 hari perjalanan. Sesampainya ia di sana, Gandhi bergabung dengan Inner Temple, salah satu dari empat perguruan tinggi hukum London selama tiga tahun lamanya untuk mengasah kecerdasan akademisnya. Akan tetapi, fokusnya yang asli tertuju pada moralitas dan sosial.
Beradaptasi dari suasana pedesaan Rajkot ke gaya hidup kosmopolitan ala London tidak mudah baginya. Ia merasa canggung dalam menyesuaikan dirinya mulai dari makanan, adat, pakai, dan etiket orang Barat. Sebagai vegetarian, Gandhi bertemu dengan para vegetarian yang lain dengan kepribadian yang berbeda-beda. Hal tersebut memengaruhi pembentukan karakternya selama merantau ke negeri orang.
Awal Karier Gandhi
Setelah menyelesaikan studinya dan mendapat gelar pengacara, Gandhi pulang ke India pada bulan Juli 1891, di mana, kepulangannya saat itu terasa menyakitkan karena ibunya sudah meninggal selama ia di London. Lalu, ia pergi ke Bombay (sekarang Mumbai) untuk mencari pekerjaan. Sayangnya, dia gagal mendapat pekerjaan di pengadilan dan bahkan tidak berhasil menjadi seorang guru di sekolah menengah.
Pada akhirnya, ia kembali ke Rajkot untuk mencari nafkah sebagai penyusun petisi bagi pihak terpidana. Pekerjaan itu rupanya mendapat respon tidak baik dari seorang perwira Inggris setempat. Untungnya di tahun 1893, ia menerima tawaran kontrak satu tahun yang baginya tak terlalu menarik di sebuah perusahaan India di Natal, Afrika Selatan.
Gandhi menempati Afrika Selatan selama bertahun-tahun lamanya. Selama dua dekade, hanya satu kali ia pulang ke tanah air dan hanya selama setahun bersama dua anak bungsu dari empat anaknya yang lahir di Rajkot. Kemudian, ia mendalami perannya sebagai aktivis politik dan sosial.
Perjalanan Menjadi Aktivis Sosial
Gandhi mengalami diskriminasi rasial di Afrika Selatan oleh hakim Eropa di pengadilan Durban yang memintanya untuk melepas sorban dan Gandhi menolak, lalu meninggalkan ruang sidang. Selang beberapa saat kemudian, di perjalanannya ke Pretoria, tanpa omongan apapun, ia diusir dari gerbong kereta api kelas satu dan dibiarkan kedinginan di stasiun kereta api di Pietermaritzbug. Kemudian suatu hari, Gandhi dipukuli oleh pengantar pos berkulit putih dengan alasan karena ia tidak mau menggunakan alas kaki untuk berjalan. Ia juga dilarang masuk ke hotel yang disediakan ‘hanya untuk orang Eropa’.
Aksi penghinaan itu terjadi sehari-hari pada para pedagang dan buruh India di Natal yang menanggapinya dengan pasrah. Gandhi tidak tinggal diam, Ia kesal. Sejak saat itu, Gandhi tidak akan menerima bentuk penghinaan maupun ketidakadilan apapun yang datang padanya dan akan mempertahankan martabatnya sebagai laki-laki dari India.
Selama di Pretoria, ia memahami kondisi rekan-rekannya yang berasal dari Asia Selatan, dan mencoba untuk mengajari mereka mengenai hak dan kewajiban mereka. Suatu hari, ia mendengar bahwa Majelis Legislatif Natal sedang mempertimbangkan rancangan undang-undang tentang mencabut hak pilih bagi orang India. Dengan ketidakminatan terhadap dunia politik terutama politik koloni, Gandhi ingin menentang undang-undang tersebut dan bertekad untuk melakukan perlawanan atas nama bangsa India.
Juli 1894, di usia 25 tahun, dengan cepat, ia mulai mahir menjadi seorang juru kampanye politik. Gandhi menyusun petisi yang ditujukan kepada Badan Legislatif Natal serta pemerintah Inggris dan meminta petisi itu untuk ditandatangani oeh ratusan rekan se-negaranya. Meskipun ia gagal mencegah pengesahan rancangan undang-undang itu, tapi ia berhasil menyita perhatian publik dan pers di Natal, India, bahkan di Inggris mengenai keluhan masyarakat India di Natal.
Kemudian, ia diminta untuk menetap di Durban untuk melakukan praktek hukum dan mengatur komunitas India di sana. Berdirilah Kongres India Natal, di mana posisi Gandhi saat itu menjadi sekretaris. Melalui kongres ini, ia menemukan dan menumbuhkan semangat solidaritas. Ia menerpa pemerintah, badan legislatif, dan media massa dengan pernyataan berlandaskan keluhan masyarakat India. Keberhasilannya sebagai pembicara publik dimuat dalam surat kabar penting, seperti The Times of London.
Dua tahun setelahnya, Gandhi pulang ke India untuk menjemput istrinya, Kasturbai bersama dua anak tertua mereka sebagai pendukung India di luar negeri. Ia bertemu dengan banyak pemimpin terkemuka dan membujuk mereka untuk menyampaikan pidato. Sayangnya, tindakan beserta ucapan yang ia sampaikan di Natal itu menyulut emosi penduduk Eropa. Januari 1897 saat ia mendarat di Durban, ia diserang massa kulit putih dan hampir digantung. Joseph Chamberlain, seorang sekretaris kolonial Inggris menyarankan pemerintah Natal untuk mengadili mereka, tapi Gandhi menolak dan menyatakan bahwa sudah menjadi prinsipnya untuk tidak mengadili sebagai bentuk ganti rugi atas kesalahan pribadi.
Saat berlangsungnya Perang Afrika Selatan tahun 1899, Gandhi mendirikan posko kesehatan yang mempunyai 1.100 sukarelawan dengan 300 orang di antaranya adalah orang India dan sisanya buruh kontrak. Sukarelawan yang ada di posko itu memiliki profesi beragam, mulai dari seorang pengacara dan akuntan serta pengrajin dan buruh. Tugasnya saat itu ialah menanamkan ke dalam diri mereka semangat dalam melayani orang-orang yang mereka anggap sebagai penindas. Tindakannya itu dimuat dalam Pretoria News di zona pertempuran.
Tahun 1906, pemerintah Transvaal merilis peraturan mengenai pendaftaran penduduk India. Masyarakat India di sana hendak melakukan protes massal di Johannesburg yang dipimpin Gandhi yang berjanji untuk menentang peraturan tersebut. Dari sini, lahirlah Satyagraha, pengabdian pada kebenaran, sebuah konsep baru untuk memperbaiki kesalahan dengan mengundang tanpa kekerasan maupun melawan.
Di bawah kepemimpinan Gandhi, kelompok minoritas India terus melakukan perlawanan dan perjuangan. Ratusan warga India memilih untuk mengorbankan profesi dan kebebasan mereka dibanding tunduk pada hukum yang bertentangan dengan nurani dan harga diri mereka. Gerakan ini berakhir pada 1913 yang membuat ratusan orang India, termasuk perempuan, dipenjarakan.
Pulang ke India
Gandhi meninggalkan Afrika Selatan tahun 1914, tepat sebelum pecahnya Perang Dunia I. Ia dan keluarganya menetap di London selama beberapa bulan dan meninggalkan Inggris di bulan Desember dan sampai di Bombay awal Januari 1915. Tiga tahun berikutnya, ia menolak bergabung dengan agitasi politik dan mengkritik pejabat Inggris mengenai tindakan mereka yang sewenang-wenang.
Tahun 1920, Gandhi mendominasi panggung politik yang memiliki pengaruh lebih daripada pemimpin politik manapun di India. Ia mengubah Kongres Nasional India menjadi instrumen politik nasionalisme India. Program yang identik dengannya, yakni gerakan non-kooperatif tanpa kekerasan dalam melawan pemerintah Inggris dengan memboikot beberapa lembaga dan institusi yang dioperasikan Inggris, seperti badan legislatif, pengadilan, kantor, dan sekolah.
Pada Februari 1922, gerakan ini berada di puncak yang menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya kekerasan di Chauri Chaura, maka dengan itu Gandhi menghentikan pemberontakan sipil massal tersebut. Sebulan setelahnya, Gandhi ditangkap dan diadili setelah yang mendakwanya terhasut, lalu ia dijatuhi hukuman enam tahun penjara. Ia dibebaskan tahun 1924 setelah menjalani operasi usus buntu dan selama ia ditahan, situasi politik berubah dan tak terkendali. Di akhir tahun yang sama, ia diangkat menjadi Presiden Partai Kongres selama satu tahun.
Tahun 1928, Gandhi menuntut pemerintah Inggris melalui kampanye non-kekerasan nasional untuk memperoleh kemerdekaan sepenuhnya. Lalu, ia merilis Salt March, salah satu gerakan Satyagraha yang menentang pajak garam dari Inggris dan merugikan masyarakat miskin. Gerakan tersebut sukses tanpa kekerasan. Setahun kemudian, Gandhi menerima gencatan senjata dan membatalkan pemberontakan sipil serta menyetujui untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar sebagai perwakilan Kongres Nasional India.
Gandhi pulang ke India pada Desember 1931 dan mendapat kabar partainya dihadapi serangan habis-habisan dari kerabat Lord Irwin, seorang raja muda Inggris. Gandhi dipenjara dan pemerintah berusaha mengisolasinya dan meruntuhkan pengaruhnya. Tahun 1934, ia mengundurkan diri sebagai pemimpin juga anggota Partai Kongres dan beralih untuk membangun negaranya dengan program konstruktif, mulai dari meratakan pendidikan ke daerah pedesaan dan terpelosok, dan hal lainnya yang mencakup kebutuhan masyarakat.
Fase Terakhir Gandhi
Pecahnya Perang Dunia II saat itu membuat Gandhi membenci fasisme dan apapun yang diperjuangkannya juga membenci perang. Tahun 1942, seorang menteri kabinet Inggris, Sir Stafford Cripps mendatangi India dengan tawaran di mana kekuasaan akan dialihkan ke tangan India, tapi Gandhi meragukan tawaran tersebut. Kemudian, terjadi perselihan antara Muslim dan Hindu yang mendorongnya untuk menuntut perginya Inggris.
Di tengah-tengah perang, seluruh pimpinan Kongres dipenjara dan terancam dihancurkan. Bersamaan dengan itu, Gandhi beserta istrinya dan beberapa pemimpin partai penting lainnya ditahan di Istana Aga Khan di Poona (sekarang Pune). Di tempat itulah Kasturba meninggal, tahun 1944, dan tak lama Gandhi dengan yang lainnya dibebaskan.
Tahun 1947, terjadi pembentukan dua wilayah kekuasaan baru India dan Pakistan yang dibentuk dari negosiasi antara para pemimpin Kongres, Liga Muslim, dan pemerintah Inggris. Hal tersebut membuat Gandhi kecewa karena keputusan itu dibuat tanpa campur tangan persatuan India. Pasca diskusi tersebut, Gandhi dipenjarakan bersama kawanannya setelah gerakan separatisme Muslim merancang konstitusinya. Kemudian, terjadi kerusuhan komunal antara umat Hindu dan Muslim yang cukup mengkhawatirkan.
Dengan itu, Gandhi berkeliling ke daerah-daerah yang dilanda kerusuhan khususnya di Bengal dan Bihar. Tak hanya itu, ia juga menegur orang fanatik, menghibur para korban, dam merehabilitasi para pengungsi dengan apa yang ia punya. Namun sayang, upanya justru disalahkan oleh pendukung dua belah pihak itu. Ia melakukan puasa rutin yang dimaksudkan agar doanya terwujud, yakni kerusuhan tersebut selesai, dan ia berhasil.
Kerusuhan di Kalkuta terhenti dan Januari 1948 ia melakukan gencatan senjata komunal yang membuat Delhi merasa malu atas tindakannya. Di penghujung Januari tanggal 30, ketika Gandhi sedang dalam perjalanan menuju pertemuan doa malam di Delhi, ia tertembak jatuh oleh Nathuram Godse, pemuda hindu fanatik, dan tewas di tempat.
Demikianlah biografi Mahatma Gandhi yang inspirasional dan mengundang antusias orang-orang dalam menyerukan suaranya. Kisahnya ini akan dikenang selamanya sebagai pejuang kemerdekaan India.
(*)