JAKARTA, iNews.id - Transisi energi dan dekarbonisasi menjadi fokus global hingga tahun 2030, dengan Indonesia menargetkan bahwa semua pembangunan pembangkit listrik setelah tahun 2030 akan menggunakan Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Dalam roadmap menuju emisi nol bersih pada 2060, diharapkan 60% dari total 587 GW kapasitas EBT akan berasal dari energi surya. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dalam program PLTS Atap, PLTS ground-mounted, dan PLTS terapung.
Untuk mendukung upaya ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri (TKDN) untuk Infrastruktur Ketenagalistrikan, yang mulai berlaku pada 31 Juli 2024. Kebijakan ini selaras dengan kebijakan Kementerian Perindustrian.
Menanggapi hal ini, Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) melalui kegiatan Climate Promise telah berhasil menyelenggarakan sosialisasi dan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Roadmap TKDN Industri Photovoltaic untuk Akselerasi Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan di Indonesia.”
Acara ini berlangsung pada Jumat, 23 Agustus 2024, di Hotel Fairmont, Jakarta, dan dihadiri oleh lebih dari 70 peserta dari berbagai kalangan, termasuk anggota AESI dan perwakilan perusahaan yang bergerak di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Diskusi panel dalam acara ini menampilkan narasumber terkemuka seperti Prof. Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE); Andriah Feby Misna, Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan; Beny Adi Purwanto, Ketua Tim Pokja Industri Mesin Peralatan Listrik dan Alat Kesehatan; Andi Nayo Ramli, Asisten Deputi Industri Pendukung Infrastruktur Kemenko Marves; Edo Mahendra, Kepala Kantor Bersama Rumah PATEN; dan Kirana Sastrawijaya, Senior Partner UMBRA.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta