HIKMAH JUMAT : Renungan dari Musibah di Sumatera
Dengan sikap sabar dan tawakal, musibah bukan akhir dari hidup, melainkan kesempatan untuk kembali memperbaiki diri, memperbanyak ibadah, memperkuat ukhuwah, dan menumbuhkan kepedulian sosial.
Selain itu, musibah juga bisa menjadi peringatan kolektif agar manusia sadar bahwa alam butuh dijaga, bahwa keadilan sosial harus ditegakkan, bahwa kerusakan lingkungan akibat ulah manusia bisa memunculkan balasan.
Selain hal-hal yang telah diuraikan di atas, terdapat satu hal lagi yang sangat penting untuk segera dilakukan yaitu membangun solidaritas dan kepedulian sosial. Bencana adalah ujian kolektif, mari bangun empati, bantu korban, dan saling mendukung.
Islam mengajarkan untuk tolong-menolong di kala senang maupun susah. Persaudaraan umat Islam, khususnya kaum mukminin, adalah laksana satu tubuh. Simak sabda Baginda Rasulullah SAW yang artinya:
“Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi, dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Terakhir, mari kita renungkan bahwa bencana yang terjadi di Sumatera atau di mana pun bisa menjadi salah satu bentuk panggilan dari Allah untuk kita, agar kita ingat, kembali, dan memperbaiki diri.
Ujian bukan semata penderitaan bagi orang yang beriman. Hal itu bisa menjadi tanda akan kebesaran Allah, pintu tobat, jalan pembersihan dosa, dan sarana untuk memperkuat iman serta solidaritas kita.
Kita do’akan semoga saudara-saudara kita yang menjadi korban bencana di Sumatera diberikan kekuatan dan kesabaran. Semoga kita juga diberi kemampuan untuk mengambil hikmah dari tiap musibah, dan senantiasa berada dalam lindungan, ampunan, dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Aamiin. (*)

Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor : Syahrir Rasyid