HIKMAH JUMAT : Ketika Alam Menegur Kita
Bagi masyarakat di Sumatera yang ditimpa bencana, hadis ini menyampaikan pesan ketabahan. Musibah bukan tanda bahwa Allah membenci hamba-Nya, tetapi justru bukti bahwa Allah ingin mengangkat derajat mereka.
Kesabaran di tengah kesulitan menjadi pintu besar menuju pahala tanpa batas. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan diberi pahala tanpa batas.” (QS. Az-Zumar [39]: 10)
Bencana seringkali memunculkan solidaritas sosial yang luar biasa, mempererat ukhuwah, dan membuat manusia menjadi lebih peka terhadap penderitaan sesama. Di balik kerasnya ujian, selalu ada hikmah yang menguatkan.
Islam menegaskan bahwa manusia adalah khalifah yang bertanggung jawab menjaga keseimbangan alam. Namun ketika manusia lalai, kerusakan muncul di mana-mana. Al-Qur’an mengingatkan:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali.” (QS. Ar-Rum [30]: 41)
Ayat ini relevan dengan persoalan lingkungan yang kini menjadi isu serius. Deforestasi, penambangan berlebih, dan alih fungsi lahan telah berkontribusi pada meningkatnya risiko banjir, longsor, dan juga kabut asap.
Ketika alam rusak, ia “menegur” manusia melalui bencana. Islam mengajarkan keseimbangan yakni memanfaatkan alam tanpa merusaknya, mengelola sumber daya tanpa melampaui batas. Mengabaikan kelestarian alam berarti mengabaikan amanah besar dari Allah.
Teguran alam harus dibaca sebagai ajakan untuk kembali kepada prinsip ihsan dalam mengelola bumi, seperti pesan Baginda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan ihsan pada segala sesuatu.” (HR. Muslim)
Musibah seringkali membuka pintu perenungan yang jarang dilakukan manusia ketika dalam keadaan lapang. Di saat-saat penuh ketidakpastian, banyak orang kembali mendekat kepada Allah. Inilah salah satu hikmah terbesar dari bencana, yaitu menumbuhkan kesadaran spiritual.
Beberapa renungan penting yang perlu dilakukan adalah kesadaran akan keterbatasan manusia. Meskipun manusia membangun teknologi hebat, ia tetap tidak mampu menghentikan pergerakan lempeng bumi atau mengendalikan letupan gunung berapi. Keterbatasan ini mengingatkan bahwa manusia hanyalah makhluk lemah di hadapan kekuasaan Allah.
Selanjutnya adalah ajakan memperbaiki amal. Musibah adalah alarm spiritual. Ketika alam “menegur”, bisa jadi Allah menginginkan manusia memperbaiki akhlak, meninggalkan maksiat, meningkatkan takwa, dan memperkuat hubungan dengan-Nya.

Editor : Syahrir Rasyid