Lebih luas dari pendapat keduanya, Abu Yusuf berpendapat bahwa barang yang dilarang adalah semua barang yang dapat menyebabkan kemudaratan (kesulitan) bagi orang lain. Pendapat terakhir ini disepakati Hanabilah, termasuk sebagian ulama Malikiyah dan Ibnu Abidin Syaukani. Demikian dilansir dari Buku Bisnis Ala Nabi karya Mustafa Kamal Rokan, Jakarta, Senin (28/11/2022).
Lalu, bagaimana hukum Islam melihat hal ini? Hadis yang melarang praktik monopoli di atas hadir dengan maksud agar para pengusaha tidak berbuat monopoli dalam menentukan harga produk secara semena-mena, baik yang dilakukan secara monopoli maupun oligopoli sehingga dapat merugikan konsumen.
Yang terpenting dilihat di sini bukan soal terbuktitidaknya terjadi perjanjian, melainkan pada pembuktian bahwa telah terjadinya monopoli barang yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dengan penguasaan barang tersebut pelaku usaha dapat menaikkan harga yang tidak wajar sehingga mengakibatkan kerugian bagi banyak orang.
Untuk melakukan analisis ekonomi terhadap hukum monopoli ini, hukum Islam menggunakan teori maslahah sebagai pisau analisisnya. Teori ini berarti bertujuan melihat tingkat kemaslahatan dan kemudaratan efek kasus yang terjadi.
Dan, realitanya membuktikan bahwa terjadi kemafsadatan riil bagi masyarakat secara umum. Maka, berlakulah kaidah yang menyatakan darul mafasid muqoddamun ‘ala al- jalbi al-mashalih (menghindari kerusakan itu lebih utama daripada mengambil kemaslahatan).
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait