Kedua, hadis yang menyatakan: “Barang siapa yang melakukan penimbunan untuk mendapatkan harga yang paling tinggi, dengan tujuan mengecoh orang Islam, maka termasuk perbuatan salah” (HR Ahmad).
Kedua hadis di atas menggunakan redaksi man ihtakara yang berarti ‘barang siapa’, yang dapat menunjukkan banyak orang atau setiap orang. Dalam hal ini, redaksi ihtakara itu bersifat umum, yakni dapat tertuju pada satu orang yang biasa disebut dengan monopoli, atau bisa juga dilakukan oleh banyak orang atau biasa disebut oligopoli.
Selanjutnya, redaksi untuk mendapatkan harga yang paling tinggi pada hadis di atas secara tidak langsung berarti ingin mengecoh orang Islam (konsumen), atau bahasa simpelnya, berarti terjadi tindakan yang bertujuan merugikan orang banyak.
Hadis di atas dapat dipahami bahwa pengusaha yang terdiri atas satu atau beberapa orang untuk merugikan konsumen sehingga harga barang dinaikkan dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan yang besar, maka hukumnya termasuk dosa besar.
Dari hadis di atas tampak bahwa unsur-unsur kartel dalam versi hukum persaingan usaha Islam telah terpenuhi. Para ulama memberi penafsiran yang bervariasi terhadap barang yang dijadikan objek monopoli. Syafi’iyah dan Hanabilah, misalnya, berpendapat bahwa barang yang ditimbun adalah kebutuhan primer.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait