Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma, Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina & Ketua PCM Pagedangan - Tangerang
SAAT INI kita tengah berada di bulan Rajab, tepatnya tanggal 7 Rajab 1445 H. Rajab adalah bulan shalat, karena pada bulan ini Baginda Rasulullah SAW menerima wahyu langsung dari Allah, tanpa melalui perantara Malaikat Jibril, terkait kewajiban shalat 5 waktu dalam sehari semalam.
Penulis menjadi teringat akan suatu kisah inspiratif yang terjadi di suatu perkuliahan program doktoral, dimana seorang Profesor bertanya kepada mahasiswa-mahasiswanya. Sang Profesor bertanya: “Menurut Bapak dan Ibu, Mas dan Mba, berapakah satu ditambah satu?”
Mahasiswa saling menatap dan melemparkan senyum satu dengan yang lainnya. Mereka menganggap bahwa pertanyaan itu adalah sebuah pertanyaan candaan. Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya ada mahasiswa yang memberanikan diri menjawab pertanyaan itu.
“Dua Prof.”, jawab sang mahasiswa polos.
“Ada jawaban lain?”, kejar sang Profesor.
“Sebelas Prof.”, jawab mahasiswa yang lainnya.
“Mohon maaf, dua jawaban yang diberikan seluruhnya keliru.”, jelas Sang Profesor.
Suasana kelas menjadi mulai ribut oleh pertanyaan sesama mahasiswa yang dipenuhi keheranan atas sanggahan sang Profesor. Beberapa di antara mereka ada yang mengernyitkan keningnya, membelalakkan matanya, mengangkat bahunya, namun ada juga mahasiswa yang tetap terdiam.
Sang Profesor yang peka dengan kondisi mahasiswanya kemudian berdiri dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju deretan kursi terdepan tempat mahasiswanya duduk. Sang Profesor pun berkata: “Begini Bapak dan Ibu, Mas dan Mba, sudah pernah dengar besarnya pahala kalau orang shalat sendirian?”
Serempak seluruh mahasiswa menjawab: “Pernah Prof.”
“Berapa pahala yang diterima oleh orang yang shalat sendirian?”, tanya sang Profesor.
“Satu derajat Prof.”, jawab mahasiswa bersamaan.
“Nah, itu tahu.”, jawab sang Profesor sambil tersenyum lebar.
“Berapa pahala yang diterima oleh dua orang yang shalat berjamaah?”, lanjut sang Profesor.
“Dua puluh tujuh derajat Prof.”, jawab salah satu mahasiswa.
“Nah, itu tahu juga.”, jawab sang Profesor sambil tertawa.
“Jadi, satu ditambah satu itu berapa? Harusnya kan dua ya kalau menggunakan matematika manusia? Tapi dengan matematika Allah, satu ditambah satu menjadi dua puluh tujuh kan?”, jelas sang Profesor yang disampaikan dengan nada bertanya.
“Begitulah matematika Allah Pak, Bu, Mas, Mba, berbeda dengan matematika manusia.”, tambah sang Profesor.
Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : iNewsSerpong)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait