Hikmah Haramnya Perjudian
Tidak ada satu pun hukum Islam yang ditetapkan bagi seluruh umatnya yang tidak memiliki hikmah di balik hukum tersebut. Termasuk juga dengan dilarangnya atau diharamkannya perjudian, apa pun bentuknya (offline maupun online) bagi umat Islam.
Dengan diharamkannya perjudian, maka umat Islam akan terhindar dari permusuhan dan kebencian antara satu dengan yang lainnya. Selain itu juga agar tidak ada lagi penghalang bagi umat Islam dalam mengingat Allah dan melaksanakan shalat. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS. Al-Maidah [5]: 91).
Selain itu, dengan diharamkannya perjudian maka umat Islam terhindar dari mengkonsumsi harta orang lain dengan cara yang bathil atau haram karena tidak sesuai dengan syariat. Harta yang diperoleh melalui berjudi adalah harta haram yang tidak boleh dikonsumsi oleh siapa pun.
Perhatikan firman Allah Ta’ala yang artinya: “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 188).
Masih banyak hikmah lainnya jika tinjauan ini kita perluas dari aspek-aspek lain seperti sosial, budaya, kesehatan, psikologis, hukum, atau keamanan. Jadikan pengalaman dan penderitaan buruk akibat judi online yang dialami orang lain sebagai pelajaran yang berharga bagi kita.
Sebagai manusia yang hidup di tengah masyarakat modern yang sejati, maka sudah sepatutnyalah meninggalkan budaya jahiliyah dalam kehidupan kita sehari-hari. Stop judi online, dan bijak-bijaklah menggunakan teknologi untuk kemaslahatan hidup seluruh umat manusia. (*)
Judi online merupakan modifikasi dari budaya masyarakat jahiliyah yang dilakukan oleh masyarakat masa kini yang katanya modern. (Foto: Ist)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait