HIKMAH JUMAT : Judi (Online) Budaya Jahiliyah di Tengah Masyarakat (Modern)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Fenomena judi online sudah nampak jelas sejak beberapa tahun belakangan ini. Pelakunya pun dari beragam profesi dan latar belakang. (Foto: Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang.

BEBERAPA WAKTU lalu kita dikejutkan dengan adanya informasi dari data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan lebih dari 1000 orang anggota legislatif (DPR dan DPRD) termasuk sekretariat jenderalnya, bermain judi online.

Terdapat 63 ribu transaksi judi online yang melibatkan anggota legislatif secara nasional, dan lebih dari 7 ribu transaksi di antaranya dilakukan di DPR RI. Dengan terungkapnya data ini, sungguh membuat sesak dada kita dan sangat miris dengan perilaku beliau-beliau yang terhormat itu.

Fenomena judi online ini memang sudah nampak jelas sejak beberapa tahun belakangan ini. Pelakunya pun dari beragam profesi dan latar belakang. Tidak heran jika pada kuartal pertama 2024, PPATK mencatat nilai transaksi judi online di Indonesia menembus angka lebih Rp. 600 T.

Penyakit Sosial yang Menjalar

Tak terbayang uang sebanyak itu bagi saya. Saya hanya bisa membayangkan, andaikan saja uang sebanyak itu digunakan untuk memberikan beasiswa kepada anak-anak sekolah atau mahasiswa Indonesia, akan ada jutaan siswa atau mahasiswa yang terselamatkan dari ancaman putus sekolah.

Begitulah kondisi lingkungan sosial dan masyarakat di sekitar kita saat ini. Judi termasuk judi online, telah menjadi epidemi dari penyakit sosial yang menjalar begitu cepat di tengah-tengah kehidupan masyarakat kita, bahkan di seluruh dunia.

Judi (online) adalah terlarang. Begitu aturan perundang-undangan yang ada di negara kita. Terlebih lagi bagi umat Islam, judi (online) tidak hanya terlarang menurut aturan negara, namun juga haram hukumnya menurut aturan agama.

Budaya Jahiliyah

Jika kita menilik sejarah masa lalu, sejatinya judi merupakan budaya yang sudah mendarah-daging bagi masyarakat jahiliyah. Mereka terbiasa melakukan perjudian sebagai salah satu bentuk mata pencaharian atau hanya sebatas untuk bersenang-senang.

Berjudi dan minum khamar (mabuk-mabukan) adalah kebiasaan masyarakat jahiliyah yang memang tidak dilarang sebelum Islam datang. Bahkan pada awal-awal perkembangan Islam, Allah Ta’ala tidak langsung mengharamkan keduanya, namun menjelaskan mudharat dan manfaatnya.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya: Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 219).


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto: Ist)
 

Di dalam berbagai tafsir dijelaskan bahwa pada saat awal perkembangan Islam, khamar dan judi tidak langsung diharamkan oleh Allah Ta’ala, melainkan dijelaskan secara persuasif kepada umat Islam saat itu terkait dengan dosa dan manfaat yang ada di balik keduanya.

Dengan demikian, sesungguhnya perbuatan judi itu adalah budayanya masyarakat jahiliyah yang identik dengan kebodohan, kekerasan, dan amoral. Kondisi masyarakat seperti ini terjadi ketika sebelum Baginda Rasulullah Muhammad SAW diutus menjadi seorang nabi dan rasul.

Terkait dengan jenis judinya, dimana saat ini dilakukan secara online, hal ini hanya media judinya saja yang berbeda. Dengan kata lain bahwa judi online merupakan modifikasi dari budaya masyarakat jahiliyah yang dilakukan oleh masyarakat masa kini yang katanya modern.

Hukum Judi (Online)

Tidak dipungkiri bahwa ada nilai manfaat pada khamar dan judi, namun mudharat dari keduanya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Oleh karena itu, setelah umat Islam saat itu memahami bahayanya judi dan khamar, maka kemudian Allah pun menetapkan hukum haram atas keduanya.

Keharaman khamar dan judi bagi seluruh umat Islam ditegaskan oleh Allah Ta’ala melalui firman-Nya yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya khamar (minuman keras), berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah [5]: 90).

Terkait ayat di atas, maka sejatinya apa saja yang dapat memabukkan, sedikit atau pun banyak jumlahnya, memabukkan atau pun tidak memabukkan, hukumnya adalah haram. Demikian pula dengan berjudi, apa pun bentuknya (offline maupun online), sedikit atau pun banyak taruhannya, hukumnya tetap haram.

Bagi siapa pun yang merasa dirinya termasuk dalam golongan orang beriman, maka tidak ada lagi alasan untuk meragukan hukum haramnya berjudi. Tidak ada juga permakluman, sehingga boleh menunda-nunda meninggalkan judi. Saat ini pula tinggalkan judi apa pun bentuknya, termasuk judi online.


Judi termasuk judi online telah menjadi epidemi dari penyakit sosial yang menjalar begitu cepat di tengah kehidupan masyarakat. (Foto: Ist) 
 

Hikmah Haramnya Perjudian

Tidak ada satu pun hukum Islam yang ditetapkan bagi seluruh umatnya yang tidak memiliki hikmah di balik hukum tersebut. Termasuk juga dengan dilarangnya atau diharamkannya perjudian, apa pun bentuknya (offline maupun online) bagi umat Islam.

Dengan diharamkannya perjudian, maka umat Islam akan terhindar dari permusuhan dan kebencian antara satu dengan yang lainnya. Selain itu juga agar tidak ada lagi penghalang bagi umat Islam dalam mengingat Allah dan melaksanakan shalat. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS. Al-Maidah [5]: 91).

Selain itu, dengan diharamkannya perjudian maka umat Islam terhindar dari mengkonsumsi harta orang lain dengan cara yang bathil atau haram karena tidak sesuai dengan syariat. Harta yang diperoleh melalui berjudi adalah harta haram yang tidak boleh dikonsumsi oleh siapa pun.

Perhatikan firman Allah Ta’ala yang artinya: “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 188).

Masih banyak hikmah lainnya jika tinjauan ini kita perluas dari aspek-aspek lain seperti sosial, budaya, kesehatan, psikologis, hukum, atau keamanan. Jadikan pengalaman dan penderitaan buruk akibat judi online yang dialami orang lain sebagai pelajaran yang berharga bagi kita.

Sebagai manusia yang hidup di tengah masyarakat modern yang sejati, maka sudah sepatutnyalah meninggalkan budaya jahiliyah dalam kehidupan kita sehari-hari. Stop judi online, dan bijak-bijaklah menggunakan teknologi untuk kemaslahatan hidup seluruh umat manusia. (*)


Judi online merupakan modifikasi dari budaya masyarakat jahiliyah yang dilakukan oleh masyarakat masa kini yang katanya modern. (Foto: Ist)
 
 

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

 

 

Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network