Saking luasnya, dalam proses itu lapisan luar matahari akan menelan planet Bumi dalam prosesnya.
Menurut ilmuwan, pada saat itu, manusia sudah musnah. Apalagi saat menjadi bintang merah, matahari benar-benar akan bersinar sangat panas.
Akibatnya, laut pun akan mengering dan tanah tempat manusia berpijak sudah begitu panas hingga tidak ditemukan lagi kadar air di dalamnya.
Ketika matahari kehabisan gas helium, maka bintang raksasa akan berubah menjadi nebula planeter.
Teori ilmuwan lain menyebutkan untuk membentuk nebula planeter, ukuran bintang raksasa merah setidaknya harus mencapai 2 kali ukuran matahari. Hanya saja rekayasa komputer yang dilakukan pada 2018 justru menunjukkan sebaliknya.
Untuk menjadi nebula planeter, matahari justru menyusut. Setelah itu, nebula planeter matahari berubah menjadi katai putih atau bintang putih, yang diyakini sebagai bentuk evolusi terakhir sebuah bintang.
"Ketika sebuah bintang mati, ia mengeluarkan massa gas dan debu yang ukurannya bisa mencapai setengah massa bintang itu. Hal ini akan menghancurkan alam semesta. Bintang akan kehabisan bahan bakar dan akhirnya mati. Pada akhirnya, yang tersisa hanya inti bintang yakni matahari," jelas astrofisikawan Albert Zijlstra dari University of Manchester.
Albert mengatakan proses pengeluaran debu dan gas itu akan bersinar sangat terang dan berlangsung selama 10.000 tahun. Hal inilah yang membuat nebula planeter sangat mudah teridentifikasi.
"Beberapa bersinar sangat-sangat terang sehingga bisa dilihat dari jarak puluhan tahun cahaya. Sementara inti bintang malah terlalu redup untuk dilihat," jelasnya.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta