OPINI Oleh : Dr. KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen
SETELAH dunia maya heboh beberapa hari lalu akibat munculnya Ela elo (yang sebelumnya sempat disebut Netizen sebagai situs resmi pengganti layanan platform X / Twitter, namun akhirnya -meski sudah sangat terlambat dan jadi Viral- dinyatakan "HoaX" oleh Kemkominfo Rabu lalu (19/06/24), giliran kemarin, Kemkominfo kembali menjadi pembicaraan marak bahkan tidak hanya di dunia maya lagi, melainkan juga di dunia nyata. Pasalnya, PDN (Pusat Data Nasional) yang dibangga-banggakannya sejak Kamis (20/06/24) pukul 04.00 WIB down dan disebut-sebut "terkena serangan siber".
Akibatnya salah satu layananu vital yang bergantung kepada PDN tersebut yakni seluruh kantor Imigrasi yang terletak di semua bandara Indonesia menjadi terganggu dan membuatnya harus kembali kecara tradisional alias manual untk melakukan proses keluar-masuknya semua warganegara yg dilayaninya.
Tentu hal ini tidak hanya merepotkan namun juga membahayakan, karena proses manual tentu tidak akan bisa sedetail proses elektronik yang terhubung ke Big Data di PDN dan itupun membutuhkan waktu cukup lama agar bisa bekerja mendekati proses normal. Hal ini tidak salah bisa menimbulkan spekulasi ditengah-tengah masyarakat akan "siapa" yang diuntungkan (baca: bisa lolos ke luar negeri) saat sistem kacau seperti kemarin?
Sebagaimana yang disampaikan oleh Dirjen Imigrasi Silmy Karim, semua layanan keimigrasian pada unit pelaksana teknis (Kantor Imigrasi, unit layanan paspor, unit kerja keimigrasian) serta tempat pemeriksaan imigrasi pada bandar udara dan pelabuhan semuanya mengalami kendala. Alhamdulillah sekitar tengah malam kemudian, dilaporkan sistem berangsur mulai pulih dan terus diupayakan untuk bisa melayani kembali mulai hari ini, meski terpaksa harus digunakan backup system yang berasal dari server lain, misalnya dari Batam salahsatu infonya.
Mengapa (lagi-lagi) Kemkominfo yang harus bertanggungjawab atas lumpuhnya sistem kemarin? Karena memang semenjak akhir tahun 2022 lalu, tepatnya 09 November 2022, Pemerintah mulai membangun PDN yang berlokasi di kompleks perindustrian Deltamas, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Saat itu Menkominfo masih dijabat oleh Johnny Gerarld Plate yang meresmikannya dan memang sampai saat ini sebenarnya PDN masih terus dibangun dengan dana APBN dan bantuan Pemerintah Perancis. Wajar bila PDN ini sangat dibanggakan oleh Kemkominfo sebagai salah satu proyek mercusuarnya, selain Proyek BTS bersama BAKTI yang sayangnya bercitra buruk karena dikorupsi dan bahkan melibatkan sang menteri serta banyak pejabat lain yang masih misteri (?).
Menurut release resmi dari Ditjen Aptika Kemkominfo yang dipublikasikan saat dimulainya pembangunan PDN itu, kapasitas prosesor di PDN yang tersedia adalah sebesar 40 petabyte, memori 200 terabyte dan didukung power supply sebesar 20 megawatt yg bisa dinaikkan menjadi 80 megawatt.
PDN juga didukung oleh sistem keamanan internal dan eksternal terbaik, serta dibangun dengan standar Tier4 yg merupakan standar terbaik di tingkat global. Bukan hanya itu, Fisik Gedungnyapun konon disebut "Ramah Hijau" sebagaimana tren masa kini.
Dalam rancang bangun sistemnya, diiharapkan PDN bisa berfungsi sebagai konsolidasi data dan interoperabilitas data yang dulunya menggunakan 27.000 server yang tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga ada efisiensi pengelolaan pusat data untuk mendukung peningkatan layanan e-Government & menghasilkan konsep SDI (Satu Data Indonesia) guna pengambilan keputusan berbasis data yang cepat dan akurat, demikian rencananya saat itu.
Tidak salah Infrastuktur PDN disebut sbg Pondasi percepatan implementasi SPDE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) yg dkcita2kan selama ini.
Bahkan pemilihan kawasan industri Deltamas sbg lokasi pertama pembangunan PDN itu kabarnya juga telah melalui studi komprehensif utk jadi cloud computing area, area industri tingkat tinggi. Kalau ingat kasus KPU saat Pemilu kemarin yang sempat berbohong bahwa mereka terbukti pernah menggunakan Server Aliyun Co.Ltd milik Alibaba.com di Singapura, seharusnya PDN ini bisa menjadi solusinya juga dan tidak harus KPU secara memalukan berani berbohong dengan vulgar saat itu yang untungnya berhasil dibongkar di depan Sidang KIP (Komisi Informasi Pusat). Meski harusnya KPU dikenai tindakan pidana akibat kebohongan & tindakannya yang sangat berbahaya meletakkan data penting di Cloud server luar negeri.
Sebenarnya kalau melihat spec dan perencanaan awalnya, seharusnya PDN terbangun secara baik Hardware dan Software-nya dan tidak mudah down sebagaimana kasus kemarin, apalagi disebut oleh beberapa pihak "terkena serangan siber". Namun jangan lupa, Hardware dan Software sebagus apapun tidak akan berarti apa-apa tanpa Brainware yang mumpuni, baik ditingkat pelaksana dilapangan maupun policy maker-nya. Karena kalau sudah terdeteksi ada intruder mulai pukul 04.00 -dimana belum masuk peak time server tersebut, seharusnya sudah bisa langsung diputuskan bagaimana defense strategy & contingency-plan-nya.
Apalagi terus terang saja sebenarnya saat ini Kemkominfo sedang "berperang" melawan 2 kejahatan besar yang sarat teknologi juga, yakni perjudian dan pornografi. Keduanya selain melibatkan uang yang sangat besar (baca: menggiurkan utk mempengaruhi policy), juga melibatkan mafia dalam dan luar negeri bahkan disebut-sebut oknum aparat yg mem-backing-inya. Dengan demikian tidak tertutup juga sinyalemen bahwa "Serangan Siber" kemarin bisa merupakan "shock therapy" sekaligus "test the water" dari mereka, meski tesis tsb perlu didukung digital forensic yg adekuat utk tidak disebut sebagai " HoaX" spt Ela elo itu.
Kesimpulannya, keberadaan PDN memang sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari menghadapi era Industry 4.0 bahkan Society 5.0 yang didalamnya meliputi implementasi SPBE termasuk sistem komputerisasi terpadu imigrasi yang sudah berjalan selama ini.
Indonesia mau tidak mau, cepat atau lambat harus bena-benar2 bersiap menghadapi serangan-serangan siber seperti ini sebagaimana perang Rusia vs Ukrania yang juga sangat tergantung kepada teknologi Siber. Kalau PDN mudah "down" seperti kemarin, apakah Kemkominfo juga hanya bisa Ela Elo alias Plonga Plongo lagi ...?
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta