HIKMAH JUMAT : Risiko Menunda Kebaikan
Jika orang sekelas dan secerdas Al-A’sya saja bisa luluh hatinya dan mengakui keagungan ayat-ayat suci Al-Qur’an, bagaimana dengan penggemarnya yang selama ini menjadikan Al-A’sya sebagai panutan atau idolanya. Tentu mereka akan jauh lebih mudah untuk memeluk agama Islam.
Begitulah kekhawatiran para pemuka kaum musyrik dan kafir Mekkah saat itu. Oleh karena itu, mereka pun segera melakukan rapat untuk menyusun siasat dan membujuk agar Al-A’sya tidak jadi atau minimal menunda untuk memeluk agama Islam.
Akhirnya mereka bersepakat untuk memberikan tawaran yang fantastis kepada Al-A’sya, yakni mereka akan memberikan hadiah sebanyak 100 ekor unta terbaik jika Al-A’sya menunda memeluk agama Islam hingga tahun depan.
Mendapatkan tawaran itu, ternyata Al-A’sya tergiur untuk menerimanya. Dia berpikir, tidak ada salahnya menerima tawaran tersebut, toh tahun depan bisa langsung memeluk Islam. Menurut Al-A’sya menunda setahun dengan menerima 100 ekor unta adalah keputusan yang terbaik baginya.
Al-A’sya pun kemudian pulang ke kampung halamannya dengan membawa 100 ekor unta terbaik hadiah dari para pemuka musyrik atau kafir Mekkah. Namun, takdir berkata lain, belum sempat dia menikmati keberuntungan dengan memiliki 100 ekor unta, ajal pun datang menjemputnya.
Maksud hati ingin bersenang-senang dengan memiliki 100 ekor unta selama satu tahun di kampung halaman, kemudian tahun depan mewujudkan niat baiknya untuk memeluk agama Islam, tetapi apalah daya, unta tak sempat dinikmati, bahkan mati pun gagal membawa iman dan Islam.
Berdasarkan kisah Maimun bin Qais Al-A’sya di atas, kita dapat mengambil pelajaran bahwa setiap penundaan terhadap amal kebaikan yang sejatinya dapat kita lakukan segera, terdapat risiko besar yang bisa jadi membuat kita kehilangan segala-galanya, dunia dan akhirat kita.
Perhatikan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini: “Bersegeralah melakukan amal shalih sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena hanya sedikit dari keuntungan dunia.”

Editor : Syahrir Rasyid