HIKMAH JUMAT : Siapakah Manusia Merdeka?
Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang.
BEBERAPA HARI lagi kita akan merayakan hari kemerdekaan negara kita tercinta, Republik Indonesia, yang ke-80 tahun. Peringatan hari kemerdekaan tahun ini, pemerintah telah menetapkan tema besar yakni “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”.
Kemerdekaan yang kita rayakan hingga tahun ini adalah kemerdekaan yang sering kali dimaknai hanya secara fisik. Kemerdekaan secara fisik berarti bebas dari penjajahan, penindasan, atau kekuasaan yang dzalim.
Namun, dalam pandangan Islam, konsep kemerdekaan itu tidak hanya dimaknai secara fisik. Bahkan makna manusia merdeka jauh lebih dalam lagi, yakni bukan hanya bebas secara lahiriah, tetapi juga batiniah.
Manusia merdeka dalam pandangan Islam adalah tidak hanya merdeka secara fisik, namun merdeka pula dari belenggu hawa nafsu, syahwat duniawi, kebodohan, dan penghambaan kepada selain Allah.
Agama Islam menegaskan bahwa hakikat kemerdekaan adalah ketika manusia hanya tunduk dan patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah puncak kebebasan atau kemerdekaan seorang hamba.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus..." (QS. Al-Bayyinah [98]: 5).
Manusia yang merdeka adalah yang tidak diperbudak oleh manusia lain, tidak pula oleh hawa nafsunya. Ia tidak mengejar ridha makhluk dengan mengorbankan ridha Allah. Dia juga tidak diperbudak oleh syahwatnya hanya demi kenikmatan sesaat.
Perbudakan dan penjajahan modern bukan hanya dalam bentuk rantai dan penjara, tetapi dalam bentuk cinta dunia yang berlebihan. Baginda Rasulullah SAW bersabda: "Celakalah hamba dinar, dirham, dan kain sutera. Jika diberi, dia senang. Jika tidak, dia marah. Celakalah dan rugilah dia…" (HR. Bukhari).

Editor : Syahrir Rasyid