HIKMAH JUMAT : Siapakah Manusia Merdeka?
Tauhid adalah fondasi kebebasan spiritual bagi setiap muslim. Seorang muslim yang merdeka hanya menyembah Allah semata dan tidak menggantungkan hidupnya pada makhluk. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: "Barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya)." (QS. At-Thalaq [65]: 3).
Mereka tidak takut miskin, tidak takut dibenci manusia, tidak takut kehilangan jabatan, tidak pula ketakutan yang lainnya. Ketakutannya hanya kepada Allah. Dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: "Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang beriman.” (QS. Ali 'Imran [3]: 175).
Orang merdeka tidak menjual kehormatannya demi popularitas atau harta. Ia menjaga amanah dan tidak tergoda dengan jalan pintas yang batil. Baginda Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang berusaha menjaga kehormatannya maka Allah akan menjaga kehormatannya, dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allah akan memberinya kecukupan.” (HR. Bukhari).
Islam mengajarkan kemandirian bagi setiap pemeluknya. Hal ini ditegaskan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sabdanya: "Sesungguhnya seseorang di antara kalian mengambil tali lalu pergi ke gunung dan membawa seikat kayu bakar di punggungnya, lalu menjualnya… itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada manusia…" (HR. Bukhari).
Terkait dengan manusia merdeka ini, banyak kisah inspiratif yang dapat kita jadikan sebagai pelajaran. Kita mungkin masih ingat kisah Bilal bin Rabah, salah satu kisah paling menggetarkan tentang manusia merdeka dalam Islam.
Bilal bin Rabah, seorang budak kulit hitam di masa jahiliah, menjadi simbol kemerdekaan dalam Islam. Bahkan, Bilal bin Rabah layak dijadikan sebagai simbol manusia merdeka. Bilal disiksa dengan kejam oleh tuannya karena memeluk Islam.
Tanpa sehelai pakaian pun yang menutupi tubuh Bilal bin Rabah, tubuhnya dibaringkan di pasir panas, dan disiksa secara biadab oleh majikannya. Dadanya ditindih batu besar, namun lisannya tak henti mengucap, “Ahad… Ahad” (Allah Yang Maha Esa).
Abu Bakar Ash-Shiddiq RA datang dan membelinya untuk memerdekakannya. Namun Bilal sejatinya telah lebih dahulu merdeka. Merdeka bukan karena bebas dari status budak, tetapi merdeka karena hatinya hanya tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Itulah kisah Bilal bin Rabah, kisah yang terjadi lebih dari 14 abad yang lalu. Seorang budak yang menjadi salah satu penghuni surga berkat keteguhan imannya dan pengorbanan luar biasa dalam mempertahankan keyakinannya.

Editor : Syahrir Rasyid