BOGOR, iNewsSerpong.id – Dodol D’Tungku adalah dodol legendaris yang berasal dari Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor. Meskipun dihadapkan dengan berbagai macam penganan kekinian, usaha dodol ini tetap tegar bertahan. Bahkan, dengan manajemen yang baik, kini usahanya semakin berkembang pesat.
Seperti yang dilakukan Nurhayati. Guru madrasah ibtidaiyah (MI) di Bojonggede ini sukses menggeluti usaha dodol warisan turun temurun keluarga. Dia kini merupakan generasi ketiga usaha dodol D’Tungku di Bojonggede.
Nurahayati mengaku baru terjun ke usaha dodol pada 2021. Hal itu bermula ketika ibunya, Hajjah Muhayya sakit.
“Ya, mulai tahun 2021 sejak ibu sakit-sakitan. Kalau ibu usaha dodol sejak 1985an nerusin dari nenek. Nenek usaha dodol 1950an,” katanya ditemui iNews.id beberapa waktu lalu yang ditulis, Senin (22/4/2024).
Dia menuturkan, sebenarnya sudah lama kedua orang tuanya mendorong dirinya untuk melanjutkan usaha dodol. Namun, waktu itu dia belum tertarik. “Setelah dipikir-pikir, siapa lagi yang mau nerusin usaha ini. Setelah terjun bisnis dodol ternyata ya enak saja, tidak menyita waktu juga,” katanya.
Dia juga mengaku termotivasi dari kerja keras kakek-neneknya yang merintis usaha dodol D’tungku dari nol. Meski buta huruf, mereka sukses dari usaha dodol.
“Itu salah satu yang memotivasi saya. Kakek-nenek saya yang buta huruf saja bisa sukses, kenapa saya tidak,” ucapnya.
Kasi Pemerintahan Desa Bojonggede, Ikhwan menuturkan, pemerintah desa mendukung kelangsungan usaha dodol tradisional yang sudah menjadi maskot Desa Bojonggede.
"Dodol Bojonggede ini sudah melegenda dan dikenal masyarakat luas. Kami dari pihak desa bekerja sama dengan instansi terkait turut membantu dan memberdayakan perajin dodol ini," katanya.
Salah satu upaya memberdayakan sekaligus mengenalkan usaha dodol yakni dengan mengikutsertakan para perajin dodol dalam setiap pameran yang diadakan Pemkab Bogor.
Pesanan Melimpah di Bulan Ramadhan
Perajin dodol D’tungku Bojonggede, Nurhayati menuturkan, pesanan dodol meningkat sejak awal puasa Ramadhan dan puncaknya pada H-10 Lebaran. Jika pada bulan lain selain Ramadhan hanya 100-150 kg dodol, kini naik hingga 2.000-3.000 kg.
Proses pembuatan dodol tradisional di Bojonggede.
“Ya, pesanan naik berlipat-lipat pada H-10. Kalau hari biasa itu paling 36 kg per dua hari seminggu. Untuk modal pembuatan dodol ini Rp860.000. Itu buat beli tepung ketan, gula jawa, dan santan. Modal tersebut bisa untuk membuat dodol 36 kg,” katanya.
Nurhayati menuturkan, melonjaknya pesanan dodol itu membuatnya kewalahan hingga harus membatasinya maksimal H-3 untuk reseller. “Kita batasi yang reseller maksimal H-3. Saat ini ada 25 reseller. Kalau konsumen yang beli langsung masih kita layani,” katanya.
Editor : Syahrir Rasyid