get app
inews
Aa Text
Read Next : RAKYAT BERSUARA : Suara Rakyat vs Sistem Rekapitulasi Suara Pemilu 2024

Pengamat Kebijakan Publik; Program Satu Keluarga Satu Sarjana Jadi Impian Masyarakat 

Jum'at, 19 Januari 2024 | 07:09 WIB
header img
Capres Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo meluncurkan program 1 keluarga miskin 1 sarjana di Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (26/12/2023). Foto/TPN GANJAR-MAHFUD

JAKARTA, iNewsSerpong.id – Visi-Misi dan Program para calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) peserta Pemilu 2024 mendapat respon dari banyak pihak. Salah satunya adalah tanggapan atas Program Satu Keluarga Satu Sarjana yang diusung pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Program Satu Keluarga Satu Sarjana dinilai solusi atas impian banyak orang Indonesia di bidang pendidikan. Sebab, biaya pendidikan tinggi di Indonesia cukup mahal. 

"Sekolah kan menjadi persoalan bangsa ini sudah lama. Artinya sekolah itu mahal. Jadi pemerintah harus melakukan sesuatu. Bebas belajar 9 tahun, jadi setelah itu perguruan tingginya mahal," kata pengamat kebijakan publik Agus Pambagio dalam keterangannya dikutip, Kamis (18/1/2024). 

Menurut Agus, menjadi sarjana adalah idaman banyak orang Indonesia. "Jadi itu tentu menjadi impian orang Indonesia untuk minimal jadi S1. Jadi program itu (Satu Keluarga Satu Sarjana) memang menjadi idaman atau keinginan banyak pihak kalau kita baca selama ini," katanya.

Sebelumnya, SMRC melakukan survei membandingkan program capres-cawapres 2024, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Hasilnya, responden paling banyak memilih Program Satu Keluarga Miskin, Satu Sarjana milik Ganjar-Mahfud dengan raihan 48%.

Kemudian program tunjangan ibu hamil oleh Anies-Muhaimin memperoleh 32%. Sementara program makan siang dan susu gratis yang diinisiasi Prabowo-Gibran hanya dipilih 20% responden karena dinilai paling tak terlalu penting. 

Terkait dengan program paslon lain, Agus juga mengapresiasi. Ia menyebut program paslon 01 dan 02 saling terkait yakni persoalan stunting. 

"Itu kan sebetulnya terkait antara 1 sama 2, Anies kan terkait dengan stunting sebetulnya. Program stunting itu kan tidak hanya mengobati anak stunting tetapi sejak dari dia mau menikah, gizinya harus sudah baik, tidak anemia, tidak kurang darah," katanya.

Menurutnya, persoalan stunting juga menjadi fokus dari pemerintahan saat ini kendati dalam pelaksanaannya masih belum sesuai. "Itu tentu menjadi konsen, program strategisnya presiden. Meskipun dalam perjalanannya disalahgunakan nggak jelas. Karena banyak hal itu sebetulnya angka-angka yang disampaikan buat saya masih sangat meragukan," ujarnya. 

Kendati demikian, Agus menegaskan program pendidikan dan kesehatan memang harus dilakukan oleh siapa pun nanti presidennya untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. "Jadi program ini menjadi penting untuk Indonesia Emas 2045, tiga-tiganya," katanya. 

Agus juga menyoroti elektabilitas paslon yang berbanding terbalik dengan akseptabilitas program yang ditawarkan. Ia tidak terlalu percaya dengan hasil survei karena sangat berkaitan dengan siapa yang membiayai surveri tersebut.

Ia malah menyoroti persoalan netralitas yang melanggar etika dalam Pemilu 2024. Aparat negara diarahkan untuk mendukung paslon tertentu. "Persoalannya sekarang diarahkan ke 02. Itu kan menurut saya tidak etis. Harusnya Bawaslu gerak cepat," katanya. 

Sementara itu, Peneliti Bidang Ketenagakerjaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Triyono mengatakan, pendidikan adalah jalan terang untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. "Kalau bicara pendidikan, untuk memutus rantai kelas sosial. Kalau berkiblat ke negara maju, pendidikan berpengaruh meningkatkan taraf hidup," katanya. 

Pendidikan adalah jalan terang untuk membuka pengetahuan, berkreasi, sehingga nantinya bisa berwiraswasta. "Bicara pendidikan bukan hanya pendidikan semata, tapi bagaimana menciptakan kewirausahaan yang akibatnya meningkatkan kreasi, menghadirkan pengusaha-pengusaha, dan mereka menciptakan lapangan pekerjaan," ujarnya. 

Selain membuka peluang wiraswasta, tenaga kerja yang menyandang gelar sarjana, memiliki keterampilan, juga punya daya tawar ketika masuk ke dunia kerja. "Kita berbicara di hubungan industrial, ada bargaining posisi ketika kita memiliki keterampilan dan pendidikan bahasa, dan meningkatkan daya tawar," kata Triyono. 

Karena itu, agar semakin kompetitif, kesempatan mengenyam pendidikan tinggi perlu didorong dan difasilitasi oleh pemerintah. "Kemudian di-mix lah, pendidikan yang bagus, keterampilan, kemampuan bahasa, dan IT," katanya.


Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Kamis, 18 Januari 2024 - 23:47 WIB oleh Abdul Malik Mubarok dengan judul "Program Satu Keluarga Satu Sarjana Jadi Impian Masyarakat”.

Editor : A.R Bacho

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut